Sabtu, 19 Februari 2011

“ESTETIKA SEDERHANA” PUISI-PUISI RINI INTAMA, SEBUAH PENGANTAR

Dimas Arika Mihardja *)

APAKAH yang menarik dari puisi? Puisi selalu menawarkan daya tarik berupa tawaran dunia fantasi yang diolah berdasarkan diksi dan imajinasi. Setiap puisi sudah barang tentu terdapat diksi, yakni pilihan kata yang dilakukan oleh penyair. Penyair "setengah mati" mempertaruhkan diri dalam memilih kata-kata yang secara tepat dapat mengabadikan pengalaman dan perasaannya ke dalam teks puisi. Penyair selalu selektif dalam memilih kata. Seleksi yang ketat ini biasanya lalu terkait dengan dunia fantasi yang secara nyata hadir dari pilihan dan penggarapan imajinasi. Penyair menyeleksi kata yang secara fantastis menumbuhkan ruang imajinasi bagi para pembaca puisinya. Melaui diksi dan imaji inilah penyair mengajak para pembacanya memasuki dunia fantasi lewat puisi-puisi yang digubahnya.

Teks puisi memiliki keunikan dalam pemaparan bahasa sebagai cara ungkap berbagai ma­salah kehidupan. Berbagai ma­salah kehidupan, baik berupa peris­tiwa yang terjadi dalam kehidupan se­hari-hari, se­suatu yang dialami oleh sastrawan, masalah sejarah-so­sial-politik-ekonomi-bu­daya, maupun berbagai fenomena kehidupan yang menjadi bahan renungan, ha­yatan, pe­mikiran sastrawan diekspresikan secara unik dan menarik. Keunikan dan daya tarik wacana puisi tersebut realisa­sinya berhubungan dengan misi, visi, dan konsepsi sas­trawan selaku kreator. Penyair yang kreatif akan dapat menghasilkan wacana puisi yang khas, dan dengan demikian memiliki daya tarik tersendiri.

Teks puisi di­bentuk dan dicipta­kan oleh penyair Rini Intama tampaknya berdasarkan de­sakan emosional dan rasional. Puisi karya Rini Intama sejalan dengan wawasan Luxemburg, merupakan se­buah ciptaan, se­buah kreasi, dan bukan sebuah imi­tasi. Oleh karena itu, wajar apa­bila un­sur-unsur pribadi penyair Rini Intama seperti pengetahuan, peristiwa penting yang dialami, visi, misi, dan konsepsinya meronai puisi yang dicipta­kan. Secara fisik, teks puisi karya Rini Intama terungkap melalui pemaparan bahasa yang pe­nuh dengan simbol, bahasa kias, dan gaya bahasa lainnya. Peng­gunaan simbol, bahasa kias, metafora, dan gaya bahasa oleh penyair Rini Intama dimaksudkan untuk me­madatkan dan mengefektifkan pengung­kapan. Dengan pemakaian simbol, bahasa kias, metafora, dan gaya bahasa penyair Rini Intama mencipta­kan puisi yang mengutamakan intensifikasi, korespondensi, dan musikalitas.

Intensi­fi­kasi, korespondensi, dan musikalitas inilah yang tampil dominan dalam karya sastra berbentuk puisi dalam buku ini. Intensifikasi merupakan upaya penyair memperdalam intensitas penuturan dengan berbagai cara pemaparan bahasa. Korespon­densi merupakan upaya penyair menjalin gagasan menjadi satu ke­satuan. Musikalitas meru­pakan upaya penyair mempermanis, mem­perkuat, dan menonjolkan efek puitik kepada hasil kreasinya. Dengan intensifikasi, korespondensi, dan mu­sikalitas yang baik penyair Rini Intama mampu men­ciptakan puisi yang secara fisik berbeda dengan prosa. Jika prosa lebih bersifat menerangjelaskan, maka puisi bersi­fat memusat dalam perenungan. Puisi-puisi Rini Intama menunjukkan corak puisi yang menampilkan intensifikasi, korespondensi, dan musikalitas yang sederhana namun mampu menarik perhatian pembaca.

Hal yang pertama dan utama mendapatkan perhatian ialah konsep “estetika sederhana” (sederhana dalam tanda petik) sebuah puisi. Penampilan puisi dapat amat beragam, seperti halnya penampilan dan perilaku seseorang yang juga beragam. Ada seseorang yang berpenampilan perlente, cantik, modis, dan mengikuti trend masa kini lengkap dengan asesoris dan make up dan busana yang glamour. Sebaliknya,ada seseorang yang suka penampilan sederhana, tidak “neko-neko”, tidak banyak ulah, lembut tutur katanya, sopan, beradab, dan menjunjung tinggi norma-norma. Pertanyaan sederhana, apakah seseorang yang berpenampilan modis seperti ilustrasi pertama lebih bergaya dan lebih memukau jika disbanding seseorang yang berpenampilan sederhana? Apakah puisi harus modis dan mengikuti trend masa kini? Apakah di balik kesederhanaan puisi tidak ditemukan sesuatu yang istimewa?

Dalam artikelnya yang terkenal, Linguistics and Poetics, Jacobson menerangkan bahwa ada enam fungsi bahasa yang berbeda, yang merupakan faktor-faktor pembentuk setiap jenis komunikasi verbal. “ADDRESSER (PENGIRIM) mengirimkan suatu MESSAGE (PESAN) kepada seseorang ADDRESEE ( ORANG YANG DIKIRIMI); Agar operatif, pesan tersebut memerlukan CONTEXT (KONTEKS), sehingga dipahami oleh yang dikirimi dan dapat diverbalisasikan; suatu CODE (KODE) secara penuh atau paling tidak sebagian, umum bagi pengirim dan yang dikirimi (atau dengan kata lain bagi pembuat kode dan pengarti kode); dan akhirnya, suatu CONTACT (KONTAK), suatu saluran fisik dan hubungan psikologis antara pengirim dan yang dikirimi, memungkinkan keduanya memasuki dan berada dalam komunikasi. Dalam hal ini Rini Intama melalui teks-teks puisi yang ditulisnya melakukan komunikati dengan para pembacanya. Dalam proses komunikasi ini tidak dinafikan fungsi bahasa sebagai medianya.

Finochiaro membedakan fungsi bahasa menjadi lima kelompok. Kelompok itu adalah sebagai berikut (1) fungsi personal, yakni merupakan fungsi bahasa untuk menyatakan diri, baik berupa pikiran maupun berupa perasaan; (2) fungsi interpersonal, yakni merupakan fungsi yang menyangkut hubungan antarpenutur atau antarpersona untuk menjalin hubungan sosial; (3) fungsi direktif, yakni merupakan fungsi bahasa untuk mengatur orang lain, menyuruh orang lain, memberikan saran untuk melakukan tindakan, atau meminta sesuatu; (4) fungsi referensial, yakni merupakan fungsi bahasa untuk menampilkan suatu referen dengan menggunakan lambang bahasa; dan (5) fungsi imajinatif, yakni merupakan fungsi bahasa untuk menciptakan sesuatu dengan berimajinasi.

Apabila dikaji lebih lanjut, meskipun terdapat beragam pendapat dan klafisikasi fungsi bahasa dari para pakar, dapat dinyatakan bahwa bahasa dalam gubahan Rini Intama berfungsi mengkomunikasikan tiga hal, yakni pikiran, perasaan, dan sikap terhadap delapan tema yang diusungnya. Dengan kata lain dapat dinyatakan bahwa bahasa dalam kehidupan manusia memiliki fungsi simbolik, emotif, dan afektif. Dengan bahasa manusia hidup dalam dunia pengalaman nyata dan dunia simbolik yang dinyatakan dengan bahasa. Manusia mengatur pengalaman yang nyata ini dengan berorientasi pada dunia simbolik. Selain itu, manusia memberi arti bagi yang indah dalam hidup ini dengan bahasa. Dari sanalah tercipta karya yang mengungkapkan nilai-nilai estetik, antara lain berupa puisi. Secara ringkas dapat dinyatakan bahwa dengan bahasa manusia dapat mengungkapkan pikirannya, mengekspresikan perasaannya, dan menyatakan sikapnya.

Ekspresi pikiran, perasaan, dan sikap penyair Rini Intama dapat dilacak pada delapan tema dengan sub-sub judul berikut: (1) KEPADA CINTA, memuat puisi “Ada Apa Denganmu Amara?”, “Di tepi Dermaga”, “Surat Kecil Buat Amara”, “Kekasih”, “Senyum Langit Menggodaku”, “Debar”, “Bungkam”, “Merajuk”, “Kita Memang Tak Bicara”, “Duduklah di Seberangku”, “Murung”, dan “Renjana”; (2) KEPADA PEREMPUAN, memuat puisi “Sajak Gemulai Tarian Naz”, “Sajak Sang Perempuan”, “Perempuan Dalam Sketsa Sunyi”, “Lukisanku Belum Usai”, “Lukisan Sebuah Masa”, “Nurani”, dan “Gelas Terakhir”; (3) KEPADA TUHAN, memuat puisi “Bertasbih”, “Azan”, “Doa”, “Dzikir”, “Tuhan Tak Marah”, “Sajak Kematian”, “Pemakaman”, “Lembah Keramat”, “Lima November”, dan “Seperti Apa Surga Itu Adinda?”; (4) KEPADA ALAM, memuat “Hutanku”, ”Lagu Sang Hujan”, “Bulan Memucat”, “Sajak Pelangi”, “Sajak Semut”, “Metamorfosa”, “Debu”, dan “Hening”; (5) KEPADA RINDU, memuat “Kisah Langit”, “Sajak Maaf”, “Kekasih”, “Surat Pada Mei”, “Tentang Rindu Kotamu”, “Menunggu”, “Sabar”, dan “ Sajak Rindu Petikan Dawaimu”; (6) KEPADA SAHABAT, memuat “ Puisi Buat Sahabat”, “Kado Sang Terdakwa”, “Langit Jingga”, “Sajak Sebutir Debu”, “Sajak Terima Kasih”, “Jeda”, “Menulis Bersama”, “Pagi Riang”, “Aku Membaca”, “Hujan”, “Dialog Secangkir Kopi”, dan “Kutulis Besar Kecil Huruf Mei”; (7) KEPADA KISAH KISAH, memuat “Kisah Pesawat Kertas”, “Kisah Kecil”, “Berhenti Pada Sebuah Titik”, “Lukisan Sang Dewi”, “Kisah Pemetik Teh di Bukit Berkabut”, “Coretan kisah”, “Sang Penyair”, “Sajak Nelayan Tua”, “Sajak Sang Lelakon”, “Kelapa Gading”, “Sajak Sang Pemikir”, “Sajak Sang Lelaki”, dan “Sajak Hampa”; dan (8) KEPADA NEGERI memuat “Kidung Negeri”, “Tangisan Ibu”, “Mimpi Anak Negeri”, dan “Sajak Luka”.

Puisi yang menjunjung estetika sederhana, seperti juga seseorang yang berperilaku sederhana, meliliki nilainya tersendiri. Sosok wanita yang berpenampilan sederhana, tanpa make up misalnya, dari perspektif tertentu memiliki keindahannya tersendiri. Demikian juga puisi yang ditulis dengan estetika sederhana memiliki nilai tersendiri. Puisi-puisi Rini Intama yang termuat di dalam buku ini terbagi secara tematik ke dalam 8 tema. Tema-tema ini oleh penyair Rini Intama diekspresikan melalui berbagai macam fungsi bahasa seperti fungsi personal, yakni merupakan fungsi bahasa untuk menyatakan diri, baik berupa pikiran maupun berupa perasaan, misalnya, dapat kita lacak dan simak melalui tema cinta dan rindu; fungsi interpersonal, yakni merupakan fungsi yang menyangkut hubungan antarpenutur atau antarpersona untuk menjalin hubungan sosial, misalnya melalui tema kepada perempuan dan kepada sahabat; fungsi direktif, yakni merupakan fungsi bahasa untuk mengatur orang lain, menyuruh orang lain, memberikan saran untuk melakukan tindakan, atau meminta sesuatu, misalnya dapat dibaca melalui tema kepada negeri; fungsi referensial, yakni merupakan fungsi bahasa untuk menampilkan suatu referen dengan menggunakan lambang bahasa, misalnya dapat dilacak melalui tema kepada kisah, kepada alam, dan kepada Tuhan; dan fungsi imajinatif, yakni merupakan fungsi bahasa untuk menciptakan sesuatu dengan berimajinasi, yang dapat kita lacak di setiap puisi karya Rini Intama.

Tema apapun yang diungkapkan oleh penyair menjadi menarik bergantung bagaimana penyair mengemasnya ke dalam teks puisi. Pengemasan teks puisi Rini Intama lebih berpenampilan sederhana dalam hal peng­gunaan simbol, bahasa kias, metafora, dan gaya bahasa. Dengan pemakaian simbol, bahasa kias, metafora, dan gaya bahasa penyair Rini Intama mencipta­kan puisi yang secara sederhana menampilkan intensifikasi, korespondensi, dan musikalitas. Puisi-puisi karya Rini Intama menampilkan intensifikasi, korespondensi, dan musikalitas yang relatif mudah dicerna oleh pembaca. Artinya, pembaca dapat menyerap, merasakan, menikmati irama puisi-puisi karya Rini Intama. Itu bermakna proses komunikasi teks puisi telah terjadi. Menyimak puisi-puisi yang termuat di dalam buku ini, setidaknya niat penyair Rini Intama untuk “menggaet” atau ingin mengajak sebanyak mungkin pembaca dapat terpenuhi. Tujuan memperluas daya jelajah puisi ke tengah-tengah masyarakat pembaca yang luas dapat tercapai dengan puisi yang digubah dengan “estetika sederhana”. Dalam “estetika sederhana” ini, penyair tidak sekadar mengemas gagasannya secara lugas, melainkan juga memanfaatkan sarana bahasa kias. Dalam “estetika sederhana” ini penyair Rini Intama ingin mengajak setiap pembaca puisinya merasa “intim” dengan puisi-puisinya. Puisi yang dapat diintimi oleh pembaca adalah juga menunjukkan bahwa puisi itu komunikatif.

Demikianlah, seorang Rini Intama telah menyediakan teks-teks puisi dengan estetika sederhana dan mengajak kita berkomunikasi menangkap lanskap kehidupan yang didedahkan. Komunikasi batiniah yang ditopang spiritualitas menghadapi hidup dan kehidupan niscaya akan banyak mendatangkan manfaat. Selamat membaca dan menggali hikmah positif yang terdedah melalui komunikasi puitik puisi-puisi karya Rini Intama. Saat kita menyelam dan menyelami kedalaman maknanya, percayalah,kita akan tercerahkan oleh estetika sederhana yang dipilih penyairnya.
Salam budaya.

*) Penulis adalah pengajar puisi di Universitas Jambi, penyair, dan pemerhati seni budaya

1 komentar: