Jumat, 22 Maret 2013

MENELISIK KEUNIKAN PUISI DIMAS ARIKA MIHARDJA

Oleh: Tuti Mardianti

Puisi merupakan karya sastra yang menggunakan bahasa sebagai wujud imajinasi penulisnya. Puisi berisi ungkapan perasaan penyair dimana bahasanya mengandung rima, irama, dan kiasan. Setiap penyair memiliki keunikan tersendiri. Meskipun demikian, orang tidak akan memahami sebuah puisi secara sepenuhnya tanpa menyadari bahwa puisi itu karya seni sastra yang unik. Begitu pula dengan DAM yang memiliki alasan untuk segala keunikan yang diciptakannya.

Keunikan puisi DAM dapat dilihat dari segi tata kata yang digunakannya, dimana puisi-puisinya sarat akan makna estetik. Dalam esai yang ditulis oleh DAM yang berjudul “Puisi Sebagai Cermin Besar Peradaban”, DAM mengungkapkan bahwa teks puisi memiliki keunikan dalam pemaparan bahasa sebagai cara ungkap berbagai masalah kehidupan. Berbagai masalah kehidupan yang menjadi bahan renungan, hayatan, pemikiran sastrawan diekspresikan secara unik dan menarik. Keunikan dan daya tarik wacana puisi tersebut realisasinya berhubungan dengan misi, visi, dan konsepsi sastrawan selaku kreator. Penyair yang kreatif akan dapat menghasilkan wacana puisi yang khas, dan dengan demikian memiliki daya tarik tersendiri.

Sebagai contoh, DAM menuangkan kemampuannya dalam sebuah puisi yang berjudul “Pasar Angso Duo” :

Pasar Angso Duo
 
harga cabe naik
harga diri turun
turun naik sampan
merapat di tanggo rajo

Agustus, 2010

Pada puisi tersebut dapat dilihat bahwa DAM mengungkapkan perasaannya dengan kata yang cermat. Seperti pada pemilihan judul puisi “Pasar Angso Duo”, untuk menyatakan tentang transaksi sosial politik yang terjadi di Jambi DAM menggunakan ikon Provinsi Jambi sebagai judul puisinya. “harga cabe naik”, dan “turun naik sampan” menggambarkan tentang tawar-menawar yang terjadi dalam memperebutkan kursi kekuasaan, dan “merapat di tanggo rajo” menggambarkan tujuan dari tawar-menawar politik yaitu kursi kekuasaan.

Keunikan lain dari puisi DAM yaitu rima yang digunakannya. Bunyi dalam puisi adalah hal penting untuk menggambarkan suasana dalam puisi. Dalam puisi, bunyi bersifat estetik, yang merupakan unsur puisi untuk mendapatkan keindahan dan tenaga ekspresif. Bunyi di samping hiasan dalam puisi, juga mempunyai tugas yang lebih penting lagi, yaitu untuk memperdalam ucapan, menimbulkan rasa, dan menimbulkan bayangan angan yang jelas, menimbulkan suasana yang khusus, dan sebagainya (Pradopo, 2010:22). Misalnya dapat dilihat pada puisi DAM yang berjudul “Puisi Tragedi” :

Puisi Tragedi
 
bidadari kecil itu berdesah:
“sayapku patah sebelah, ayah”

langit menghitam basah
resah pun buncah

kudengar keluh kesah:
“sebelah sayapku patah lagi, ayah”
hujan tumpah

Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, 2010

            Pada puisi tersebut, DAM menggunakan rima rangkai, yaitu persamaan bunyi yang tersusun sama pada akhir semua larik, seperti yang terdapat pada kata “berdesah”, “patah”, “sebelah”,  “ayah”, “basah”, “resah”, “buncah”, “kesah”, “tumpah”. DAM menyusun bunyi konsonan dan vokal sedemikian rupa sehingga menimbulkan bunyi yang merdu yang menyebabkan puisi tersebut mengalir ke perasaan dan membangkitkan imaji-imaji pembaca.
            Keunikan puisi DAM terlihat juga pada penggabungan kata ulang. DAM menggabungkan dua kata hingga menjadi satu kata yang memberikan efek penyangatan seperti yang terdapat pada puisi yang berjudul “Kwatrin: Sebelum Berangkat” berikut ini.

Kwatrin Sebelum Berangkat
 
suraisurai kuda merah-putih hati memantas diri
sebelum matahari memanaskan api pembakaran
jemari tak letih menarinari menunjuk ke langit
yang mengabadikan cinta dan segala prahara

Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, Mengawali Mei 2010

            Dalam puisi-puisinya, DAM juga banyak mempergunakan kata dasar tanpa dibentuk dengan awalan atau akhiran. Di samping untuk mendapatkan irama, hal ini juga untuk mendapatkan ekspresi yang penuh karena kepadatannya. Misalnya pada puisi “Jambi, Tanah Pilih” berikut ini.

Jambi Tanah Pilih
 
telah kupilih tanah amanah
tempat benih
panen buah

Agustus, 2010
            Pada puisi di atas, DAM menghilangkan imbuhan pada kata “berbenih” hingga menjadi “benih” dan pada kata “memanen” hingga menjadi “panen”. Penghilangan imbuhan tersebut dilakukan oleh DAM untuk mendapatkan pemadatan puisi.
            Di samping keunikan yang telah dijelaskan sebelumnya, DAM juga melakukan pengulangan kata pada puisi-puisinya. Tak ragu-ragu DAM menulis ulang judul puisi pada larik awal bait puisinya tanpa mengurangi kepuitisan puisi tersebut. Hal ini dapat dilihat pada puisi berikut.

Cinta, Selamanya


cinta, selamanya
hanya bisa disebut
dibalut kabut

cinta, selamanya
berbunga nirwana
tapi juga bertangkai neraka

cinta, selamanya
seperti udara memberi nafas
gelora yang mengombak di dada

cinta, selamanya
hanya memberi dan tak meminta
sesiapa yang memberi akan menikmati
sesiapa yang hanya mendamba akan menderita

cinta, selamanya
terasa menyiksa
lukanya seluas samudera
nikmatnya menembus angkasa

cinta, selamanya
tak pernah bertanya
tak pernah tersesat di rimba gelap


cinta, selamanya
menyelam di kedalaman rasa
cinta

Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, Jambi, 2010

Pada dasarnya tidak ada satu orang pun yang sama persis. Begitu pula dengan DAM, puisi-puisinya tetap memiliki keunikan tersendiri. Kedalaman makna puisi DAM dapat dirasakan bagi siapapun yang membaca karyanya. Dalam bahasa puisinya yang cerdas tetap tercermin imaji-imaji yang tajam.


Jambi,    Maret 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar