Oleh: Samsinar
Puisi merupakan pernyataan dari keadaan serta kualitas hidup manusia.
Puisi juga merupakan suatu pengalaman,baik pengalaman pribadi, sosial
masyarakat, religius dan terutama suatu pengalaman yang terjadi di
sekeliling penulis. Puisi merupakan suatu genre sastra yang paling
banyak menggunakan kata kias, Puisi juga merupakan bentuk karya sastra
yang mengungkapkan pikiran dan perasaan penyair secara imajinatif dan
disusun dengan mengonsentrasikan semua kekuatan bahasa dengan
pengonsentrasian struktur fisik dan struktur batinnya. Dan tentu saja
pengalaman yang paling berkesan bagi sang penulis, baik secara langsung
maupun tak langsung yang dialaminya. Puisi digali dari kehidupan. Jadi,
antara hidup dan puisi tidak ada jarak pemisah, hidup adalah manifestasi
puitis.
Dalam menulis puisi,seharusnya penulis mampu memberi suatu figuratif
atau perlambangan. Puisi tersebut diungkapkan melalui perlambangan agar
puisi tersebut terasa jauh lebih indah. Keindahan bahasa tentu saja
menjadi ciri khas suatu puisi. Jika bahasa yang digunakan dalam puisi
tersebut indah, maka timbullah makna puisi yang indah. Perlambangan
dalam sebuah puisi hendaknya harus sesuai dengan apa yang ingin
dilambangkan. Misalkan ketika ingin melambangkan suasana marah maka
figuratif atau lambang yang dapat digunakan seperti kata api. Puisi
mengekspresikan pemikiran yang membangkit akan perasaan, yang merangsang
imajinasi pancaindra dalam susunan panca indra. Semua itu merupakan
sesuatu yang penting, yang direkam dan diekspresikan, dinyatakan dengan
menarik dan member kesan. Puis itu merupakan rekaman dan interpretasi
pengalaman manusia yang penting, digubah dalam wujud yang paling
berkesan. Segala ulangan susunan baris sajak yang nampak di baris lain
dengan tujuan menambah kebagusan sajak, itulah yang dimaksud dengan
korespondensi (Slametmuljana, 1956: 113).
Qasidah cinta semata
(I)
kulidahkan bahasa sajadah
bagi sang guru batinku
(II)
Aku datang mendekap mesjid
Menguntai wirid
(III)
Sajadah basah
Airmata semata
(IV)
Kupadamkan api benci di hati
Kupadamkan
(V)
Kupahamkan api sufi di hati
Kupahamkan
(VI)
Kusahamkan iman di hati
Kusahamkan
(VII)
Kumakamkan dendam di hati
Kumakamkan
(VIII)
Rebana bertalu-talu menghalau risau
Rebana berdentam-dentam menikam dendam
(IX)
Engkau sungguh maha pualam
Tak pernah diam
Sungaiputri, 1993
Qasidah merupakan Istilah yang berasal dari kata qasada yang salah
satu bentuk infinitifnya ialah qasid atau qasidah dan berarti
“dimaksudkan”, “disengaja”, dan ‘ditujukan kepada sesuatu’.
“qasidah cinta semata” pada puisi ini seseorang bermaksud menyatakan isi hatinya.
(I)
kulidahkan bahasa sajadah
bagi sang guru batinku
figuratif atau perlambangan pada bait pertama baris pertama ini
terdapat pilihan diksi “kulidahkan bahasa sajadah” yang memberikan
lambang bahwa penyair berbicara dengan bahasa khusus yaitu berupa doa.
Perlambangan pada kalimat “bagi sang guru batinku” ini menggambarkan
doa yang dipanjatkan tersebut tertuju kepada tuhan.
(II)
Aku datang mendekap mesjid
Menguntai wirid
Figuratif atau perlambangan pada bait kedua baris pertama ini
terdapat pilihan “mendekap mesjid” pada kalimat “aku datang mendekap
mesjid” yang menunjukkan lambang bahwa penyair berdiam di mesjid untuk
menguntai atau membaca wirid.
(III)
Sajadah basah
Airmata semata
Perlambangan pada bait ketiga ini menunjukkan bahwa penyair berdoa
hingga menyebabkan sajadah telah basah yang dikarenakan airmata.
(IV)
Kupadamkan api benci di hati
Kupadamkan
figuratif atau perlambangan pada bait keempat ini terdapat pilihan
diksi ”kupadamkan api benci” yang melambangkan “menghilangkan rasa
benci” di hati.
(V)
Kupahamkan api sufi di hati
Kupahamkan
Perlambangan pada bait ini terdapat diksi “kupahamkan api sufi di
hati” yang menunjukkan bahwa penyair mencoba untuk mengerti tentang isi
hatinya.
(VI)
Kusahamkan iman di hati
Kusahamkan
perlambangan pada bait ini terdapat diksi “kusahamkan iman di hati”
yang menunjukkan suatu lambang bahwa penyair menyimpan iman kepercayaan
di hatinya.
(VII)
Kumakamkan dendam di hati
Kumakamkan
Perlambangan pada bait ini terdapat diksi “kumakamkan” menunjukkan
atau melambangkan “membuang atau menghilangkan”, jadi maksud dari
“kumakamkan dendam di hati” yaitu “menghilangkan rasa dendam di hati”.
(VIII)
Rebana bertalu-talu menghalau risau
Rebana berdentam-dentam menikam dendam
Perlambangan pada bait ke delapan baris pertama ini terdapat diksi
“Rebana bertalu-talu menghalau risau” melambangkan seolah-olah ada
perasaan yang menggebu-gebu untuk mengusir rasa kerisauan sang penyair.
Pada baris ke dua terdapat diksi “Rebana berdentam-dentam menikam
dendam” melambangkan perasaan yang menggebu-gebu untuk menghilangkan
rasa dendam.
(IX)
Engkau sungguh maha pualam
Tak pernah diam
Bait puisi yang terakhir ini menunjukkan bahwa penyair menganggap
tuhan maha pualam yang tak pernah diam untuk menyaksikan umatnya.
Perlambangan atau imajinatif pada suatu puisi sangat diperlukan agar puisi tersebut terasa lebih indah.
Jambi, 21 maret 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar