Kamis, 21 Maret 2013

MEMAHAMI BAHASA FIGURATIF PUISI DIMAS ARIKA MIHARDJA

Oleh: Samsinar

Puisi merupakan pernyataan dari keadaan serta kualitas hidup manusia. Puisi juga merupakan  suatu pengalaman,baik pengalaman pribadi, sosial masyarakat, religius dan terutama suatu pengalaman yang terjadi di sekeliling penulis. Puisi merupakan suatu genre sastra yang paling banyak menggunakan kata kias, Puisi juga merupakan bentuk karya sastra yang mengungkapkan pikiran dan perasaan penyair secara imajinatif dan disusun dengan mengonsentrasikan semua kekuatan bahasa dengan pengonsentrasian struktur fisik dan struktur batinnya. Dan tentu saja pengalaman yang paling berkesan bagi sang penulis, baik secara langsung maupun tak langsung yang dialaminya. Puisi digali dari kehidupan. Jadi, antara hidup dan puisi tidak ada jarak pemisah, hidup adalah manifestasi puitis.    

Dalam menulis puisi,seharusnya penulis mampu memberi suatu figuratif atau perlambangan. Puisi tersebut diungkapkan melalui perlambangan agar puisi tersebut terasa jauh lebih indah. Keindahan bahasa tentu saja menjadi ciri khas suatu puisi. Jika bahasa yang digunakan dalam puisi tersebut indah, maka timbullah makna puisi yang indah.  Perlambangan dalam sebuah puisi hendaknya harus sesuai dengan apa yang ingin dilambangkan. Misalkan ketika ingin melambangkan suasana marah maka figuratif atau lambang yang dapat digunakan seperti kata api. Puisi mengekspresikan pemikiran yang membangkit akan perasaan, yang merangsang imajinasi pancaindra dalam susunan panca indra. Semua itu merupakan sesuatu yang penting, yang direkam dan diekspresikan, dinyatakan dengan menarik dan member kesan. Puis itu merupakan rekaman dan interpretasi pengalaman manusia yang penting, digubah dalam wujud yang paling berkesan. Segala ulangan susunan baris sajak yang nampak di baris lain dengan tujuan menambah kebagusan sajak, itulah yang dimaksud dengan korespondensi      (Slametmuljana, 1956: 113).

Qasidah cinta semata
(I)
kulidahkan bahasa sajadah
bagi sang guru batinku

(II)
Aku datang mendekap mesjid
Menguntai wirid

(III)
Sajadah basah
Airmata semata

(IV)
Kupadamkan api benci di hati
Kupadamkan

(V)
Kupahamkan api sufi di hati
Kupahamkan

(VI)
Kusahamkan iman di hati
Kusahamkan

(VII)    
Kumakamkan dendam di hati
Kumakamkan

(VIII)
Rebana bertalu-talu menghalau risau
Rebana berdentam-dentam menikam dendam

(IX)
Engkau sungguh maha pualam
Tak pernah diam
Sungaiputri, 1993

Qasidah merupakan Istilah yang berasal dari kata qasada yang salah satu bentuk infinitifnya ialah qasid atau qasidah dan berarti “dimaksudkan”, “disengaja”, dan ‘ditujukan kepada sesuatu’.
“qasidah cinta semata” pada puisi ini seseorang bermaksud menyatakan isi hatinya.

(I)
kulidahkan bahasa sajadah
bagi sang guru batinku

figuratif atau perlambangan pada bait pertama baris pertama ini terdapat pilihan diksi “kulidahkan bahasa sajadah” yang memberikan lambang bahwa  penyair berbicara dengan bahasa khusus yaitu berupa doa. Perlambangan pada kalimat  “bagi sang guru batinku” ini menggambarkan doa yang dipanjatkan tersebut tertuju kepada tuhan.

(II)
Aku datang mendekap mesjid
Menguntai wirid

Figuratif atau perlambangan pada bait kedua baris pertama ini terdapat pilihan “mendekap mesjid” pada kalimat “aku datang mendekap mesjid” yang menunjukkan lambang bahwa penyair berdiam di mesjid untuk menguntai atau membaca wirid.

(III)
Sajadah basah
Airmata semata

Perlambangan pada bait ketiga ini menunjukkan bahwa penyair berdoa hingga menyebabkan  sajadah telah basah yang dikarenakan airmata.


(IV)
Kupadamkan api benci di hati
Kupadamkan

figuratif atau perlambangan pada bait keempat ini terdapat pilihan diksi ”kupadamkan api benci” yang melambangkan “menghilangkan rasa benci” di hati.

 (V)
Kupahamkan api sufi di hati
Kupahamkan

Perlambangan pada bait ini terdapat diksi “kupahamkan api sufi di hati” yang menunjukkan bahwa penyair mencoba untuk mengerti tentang isi hatinya.

(VI)
Kusahamkan iman di hati
Kusahamkan

perlambangan pada bait ini terdapat diksi “kusahamkan iman di hati” yang menunjukkan suatu lambang bahwa penyair menyimpan iman kepercayaan di hatinya.

(VII)    
Kumakamkan dendam di hati
Kumakamkan

Perlambangan pada bait ini terdapat diksi “kumakamkan” menunjukkan atau melambangkan “membuang atau menghilangkan”, jadi maksud dari “kumakamkan dendam di hati” yaitu “menghilangkan rasa dendam di hati”.

 (VIII)
Rebana bertalu-talu menghalau risau
Rebana berdentam-dentam menikam dendam

Perlambangan pada bait ke delapan baris pertama ini terdapat diksi “Rebana bertalu-talu menghalau risau” melambangkan seolah-olah ada perasaan yang menggebu-gebu untuk mengusir rasa kerisauan sang penyair. Pada baris ke dua terdapat diksi “Rebana berdentam-dentam menikam dendam” melambangkan perasaan yang menggebu-gebu untuk menghilangkan rasa dendam.

(IX)
Engkau sungguh maha pualam
Tak pernah diam

Bait puisi yang terakhir ini menunjukkan bahwa penyair menganggap tuhan maha pualam yang tak pernah diam untuk menyaksikan umatnya.
Perlambangan atau imajinatif pada suatu puisi sangat diperlukan agar puisi tersebut terasa lebih indah.



Jambi, 21 maret 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar