Oleh : WINDA SARI (RRA1B11056)
Puisi bagi saya merupakan ungkapan isi hati dari hasil renungan yang
sedang dirasakan dan di iringi dengan pemilihan kata – kata yang indah.
“Puisi sesungguhnya bukan sekedar eksperesi kreatif yang menyampaikan
suara hati “(Taufik Ismail : 2006) ekspreasi kreatif itu tidak hanya
mampu mengekspresikan melalui sebuah renungan, kata – kata saja tetapi
harus kita ekspresikan melalui sebuah tulisan.
“Puisi ialah Ekspresi pemikiran yang membangkitkan imajinasi panca
indera dalam suasana yang berirama, "( Rahmat Joko Pradopo ). Nilai
makna sebuah puisi mampu menumbuhkan rasa ingin tahu terhadap nilai –
nilai yang ada dalam puisi tersebut seperti dalam puisi di bawah ini :
Wajah Ibu
Pepohonan rindang daun adalah engkau, ibu
Tak lelah mengairi dan mengalirkan embun di musim kemarau
Engkaulah, wajah yang bukan sekedar wajah
Semata tengadah pada bulan merah jambu
Sebisa pasrah pada buaian rindu
Telaga warna adalah wajahmu, ibu
Meronda kenangan menyulam riak
Dan ombak kasih sayang , engkau ngalir
Dalam nadi menjadi energi mewarnai pelangi
Dangau persinggahan adalah juga wajahmu, ibu
Sebuah tikar kesabaran tergelar
Di altar persembahan
Ibu ialah laut biru
Di laut hatiku
Bengkel puisi swadaya mandiri, jambi 2010
Apakah yang menarik dari puisi Dimas Arika Mihardja diatas ? Puisi
selalu mempunyai makna tersendiri, terkadang seseorang membuat sebuah
puisi terinspirasi dari karya orang lain. Ada juga yang terinspirasi
dari idenya sendiri. Setiap puisi pasti memiliki pemilihan kata –kata
yang indah , mampu menjadi ciri khas dari puisi itu sendiri Reevers (
Dalam Herman). ( Waluyo 1995 : 22 ) menyatakan bahwa “puisi merupakan
jenis karya sastra yang bersifat imajinatif. Penulis tidak bisa asal –
asal memilih kata, dan berimajinasi apabila sebuah puisi pemilihan kata
–katanya tidak tepat, maka makna puisi tidak memiliki kesinambungan
antara kata yang satu dengan yang lain. Apabila pemilihan kata tidak
tepat, maka puisi tersebut tidak memiliki makna dan pembaca akan tidak
mengerti dengan makna puisi yang akan di sampaikan terkesan gelap.
Puisi yang di tulis oleh Dimas Arika Mihardja bertajuk “Wajah Ibu,
Sajak Emas” ini hadir bermakna kias, sehingga sulit di mengerti. apabila
hanya dibaca sekilas saja tidak adanya penghayatan dari pembaca maka
pembaca tidak dapat menangkap makna yang tersirat dalam puisi tersebut.
Teks puisi di bentuk dan diciptakan oleh penyair tampaknya
berdasarkan ungkapan perasaan kagum oleh sosok seorang ibu yang di tulis
melalui sebuah karya tulis puisi yang sejalan dengan perasaan penyair
kagum dengan sosok ibunya yang selalu ada buat anak- anaknya. Artinya
keseluruhan ungkapan kekaguman seorang anaknya terhadap ibunya merupakan
perasaan yang wajar bagi seorang anak. Bagi seorang anak harus patuh
kepada kedua orang tuanya itu merupakan kewajiban seorang anak khususnya
patuh terhadap ibunya seperti teks dalam puisi ini. Sosok seorang ibu
yang selalu menjadi tempat berlindung buat anaknya di ibaratkan dalam
larik “Pepohonan rindang daun adalah engkau, ibu”. “Tak lelah mengairi
dan mengalirkan embun di musim kemarau, “Engkaulah wajah bukan sekedar
wajah”, “semata tengadah pada bulan merah jambu, sebisa pasrah pada
buian rindu” bait ini secara padat utuh menggunakan kata kias. Dimana
sosok seorang ibu tak pernah sirna untuk selalu ada buat anaknya maupun
dalam suka dan duka. Ibu senantiasa selalu ada memberikan yang terbaik
buat anaknya. Sosok seorang ibu bukanlah sosok yang biasa saja. Tetapi
sosok seorang ibu adalah sosok yang luar biasa buat anak-anaknya. Pada
“bulan” inilah seorang anak mengungkapkan kerinduan kepada sosok seorang
ibu yang selalu menemani perjalanan hidup, memberi nasehat yang tidak
akan pernah henti. Bentuk ulang kata “ibu” agaknya menjadi kunci penting
sebagai pangkal tolak pemahaman dan penafsiran. Bahwa puisi dimas arika
mihardja berdimensi perasaan pribadi ( personal ). Bentuk kekaguman
sosok seorang ibu itulah sebabnya “wajah ibu” pada judul puisi dapat
dimaknai sebagai sosok ibu dengan menggambarkan “Pepohanan rindang”.
Kita baca dan cermati bait 2 puisi karya Dimas Arika Mihardja dibawah ini:
Telaga warna adalah wajahmu, ibu
Merenda kenangan menyulam riak
Dan ombak kasih sayang, engkau ngalir
Dalam nadi menjadi energi mewarnai pelangi
Kata personalisasi terungkap secara nyata dan jelas pada lirik puisi
bait ke 2 ini melalui “Telaga warna adalah wajahmu, ibu “ sebagai
lambang sosok seorang ibu diibaratkan. “kenangan indah bersamamu ibu,
serta begitu banyak bentuk kasih sayang seorang ibu kepada anaknya
selalu mengalir di setiap perjalanan hidup anaknya menjadi sebuah
inspirasi dalam kehidupan. Dalam bait ini muncul kata “ibu” lagi yang
mendalam bahwa puisi ini mengkaji sosok seorang ibu yang menjadi energi
kehidupan yang mewarnai hidup.
Secara fisik bait teks puisi ini terungkap melalui bahasa yang penuh
dengan symbol, bahasa kias ini menunjukkan agar kata- kata dalam puisi
terlihat indah dan memiliki keunikan dari sebuah symbol tersendiri.
Kekaguman sosok seorang ibu di ibaratkan pepohonan rindang dan telaga
warna, ombak kasih sayang, dengan persinggahan sebuah tikar kesabaran
dan yang terakhir pada kata “ibu” ialah laut biru diluas hatiku”. Ada
gaya retorik penyampaian dalam bait kedua ini penyair mengatakan “
sebuah tikar kesabaran tergolong ini menunjukkan bukti kesabaran hati
seorang di persembahkan untuk anak- anaknya. Larik “ ibu ialah laut
biru” terpapar begitu jelas sosok seorang ibu begitu luas di hati
seorang anak seluas laut biru”. Antara bait 1, bait 2, bait 3, bait 4,
dan bait 5 mempunyai kesinambungan kata- kata sehingga puisi Dimas Arika
Mihardja ini memiliki korespondensi sehingga antara intensifikasi,
korespondensi pada puisi ini mampu menarik perhatian pembacanya.
Dari makna puisi yang dapat saya tangkap dari puisi Dimas Arika
Mihardja yang berjudul “wajah ibu” membuat saya terinsipirasi dari
struktur kata –kata yang ada di dalam puisi tersebut. Selain itu yang
bagi saya menarik untuk memahami puisi ini adalah keunikan mengungkapkan
bentuk dari perasaan kagum terhadap sosok seorang ibu. Puisi ini
memiliki kesan tersendiri buat saya karena selain puisi ini tergolong
personalitas. Puisi ini juga mampu membawa pembaca kearah positif bahawa
sosok seorang ibu begitu mulia buat anaknya. Dari sebuah pengorbanan
ibu melahirkan samapi membesarkan anak- anaknya dengan penuh kasih
sayang yang tulus. Jadi wajar kalau ada pepatah mengatakan “surga di
telapak kaki ibu”. Semoga dengan hadirnya sebuah puisi dari Dimas Arika
Mihardja ini dapat membawa manfaat bagi pembaca untuk menghargai sosok
seorang ibu. Puisi ini memberikan kesan dan persaan personalitas ke
dalam bahasa kias, namun mampu memikat hati pembaca.
Jambi, 11 Maret 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar