Senin, 11 Maret 2013

MEMBACA MANKA DAN STILISTIKA ANTOLOGI "SKETSA SAJAK" DIMAS ARIKA MIHARDJA

Oleh: Arie Permana Putra

Dalam dunia sastra tentunya kita mengenal apa itu puisi. Puisi adalah ragam sastra yang bahasanya terikat oleh irama, matra, rima, serta penyusunan bait dan larik (KBBI, 2008:-). Dalam pengertian lain seperti yang diungkapkan oleh Edwin Arlington Robinson (Cole, 1931:25) menyebutkan “poetry has two outstanding characteristic. One is that it is, after all, undefineable, the other is that it is eventually unmistakable”. Puisi dikatakan memiliki karakter yang tidak dapat didefenisikan atau justru ketika didefenisikan maka pemaknaan itu tidak ada yang salah.

Pradopo (2002:7) juga menyimpulkan bahwa “puisi memiliki unsur-unsur emosi, imajinasi, pemikiran, ide, nada, irama, kesan panca indera, susunan kata, kata-kata kiasan, kepadatan dan perasaan pengarang semua hal tersebut terungkap dalam media bahasa”. Jadi ada semacam pemaknaan yang memerlukan pendekatan melalui sistem tanda yang lebih di kenal dengan semiotika, karena menurut Pradopo (1991:278) menyatakan lagi bahwa “karya sastra merupakan sistem tanda”

Saya sebagai orang yang masih belum mengerti benar dunia perpuisian disini berupaya untuk mengutarakan pendapat dan pemikiran saya. Sebenarnya  bidang dan kegemaran saya adalah menulis lagu yang juga mengadopsi teknik dan cara penulisan puisi, dimana dalam menulis sebuah lirik lagu juga mamakai media bahasa yang bentuknya sama persis dengan puisi, yakni bahasanya terikat oleh irama, matra, rima serta penyusunan bait dan larik. Semi (1988:106) mengatakan “lirik adalah puisi yang pendek yang mengekspresikan emosi”. Dari pernyataan ini dapat dilihat kesaamaan antara lirik lagu dan puisi.  Hanya saja dalam pembuatan lirik lagu harus benar-benar memperhatikan harmonisasi huruf vokal di akhir tiap-tiap bait, bahasa yang ditulis juga bahasa dengan metafora yang sederhana dan tidak serumit puisi.

Dalam dunia perpuisian nama Dimas Arika Mihardja memang tidak diragukan lagi, beliau juga termasuk kedalam sastrawan angkatan 2000 (Milenium), setiap tahunnya (saat ulang tahun) sesuai dengan informasi yang saya dapat, Dimas Arika Mihardja atau disingkat DAM sering menerbitkan antologi puisinya, baik yang tunggal maupun kompilasi atau bercampur dengan puisi dari penyair lain. Puisi-puisi DAM memang memiliki stilistika yang berbeda dari penyair lainnya, dari segi keindahan bunyi (eufoni) puisi-puisi DAM cukup menarik, ini dapat dilihat di setiap akhir larik bait puisi DAM yang jika dibaca akan menimbulakan efek harmonisasi bunyi. Bunyi memang memegang peranan penting dalam keindahan suatu puisi demi untuk mempermudah menentukan makna dan kepuitisannya. Eufoni adalah keserasian dari percampuran bunyi sehingga menghasilkan bunyi yang harmonis. Wellek (1993:197) mengatakan “kualitas bunyi ini merupakan unsur yang di manipulasi dan dimanfaatkan oleh pengarang agar dapat menggambarkan perasaan indah”.

Pemilihan bahasa kiasan yang beragam dan sedikit nakal membuat keunikan tersendiri dalam puisi-puisi DAM. Saya juga menemukan beberapa bahasa kiasan yang menjadi mayoritas yakni kata “senja”, “basah”, “sajak”, “beranda”, “rumah” dan lain-lain. Pemilihan bahasa kiasan ini semakin memperkuat pengalaman menulis puisi DAM yang luar biasa dan sudah di bilang sangat mapan. Hanya saja bagi orang yang belum mengerti betul tentang puisi akan sangat kesulitan memahami makna dari bahasa kiasan di dalam pusi-puisi DAM. Karena di setiap bait puisi banyak di temukan kata-kata benda, penunjuk waktu dan lain-lain yang tentunya mempunyai makna tersendiri dan akan menimbulkan penafsiran yang berbeda dari pembacanya. Butuh konsentrasi dan penjiwaan yang tinggi agar bisa mengerti apa makna yang ditulis dalam puisi tersebut. Ditambah lagi dengan bait nya yang panjang, butuh kejelian dan ketelitian agar dapat memahami bagian demi bagian dari bait-bait puisi tersebut. menurut William J. Grace dalam Sayuti (1985:14)  “watak puisi lebih mengutamakan intuisi, imajinasi dan sintesa dibanding denga prosa yang lebih mengutamakan pikiran, kontruksi dan analisis”. Jadi wajar jika butuh perhatian khusus agar bisa memahami puisi lebih mendalam.

Dari segi tematik puisi-puisi DAM banyak membahas tentang kehidupan sosial, religius, sejarah budaya daerah dan kasih sayang (cinta). Seperti yang terdapat dalam puisi berjudul “Sajak 11 September” puisi ini membahas tentang tragedi kemanusian yang terjadi atas pengeboman gedung WTC, entah siapa yang salah dalam kejadian itu tentunya masih menjadi tanda tanya besar bagi saya dan mungkin peristiwa itu juga menjadi kegelisahan tersendiri bagi DAM.

Menanggapi esai yang ditulis oleh Puja Sutrisna “Mengembarai Sketsa Sajak DAM: Bercinta Dengan Tuhan?” di bagian tertentu saya setuju, dimana fenomena munculnya polemik yang diprakarsai Emha Ainun Nadjib dkk. Membuat gagasan “angkatan independen” atau “angkatan kontekstual” menjadi pembeda dengan angkatan sebelumnya baik itu masa imperium Chairil Anwar dan Sutardji Calzoum Bahcri. Tapi di bagian pernyataan “kerinduan akan mitos kejayaan nama besar sastrawan sebelumnya, kecuali menjadi stagnasi penyair juga hanya akan melahirkan penyair-penyair bebek (membebek idolanya)” saya agak kurang setuju dengan pendapat ini karena setiap penyair-penyair baru pasti membutuhkan rekreasi atau semacam pengaruh (inspirasi) dari penyair yang sudah mapan sampai pada titik tertentu ia akan menemukan gaya menulis puisinya sendiri. Dalam dunia sastra ini lazim terjadi dan bukan tabu lagi, tapi tentunya dengan etika tertentu. Seperti halnya belajar, tentunya kita butuh guru dan petunjuk sebelum kita benar-benar menguasai ilmu tersebut. Jika penyair baru tersbut benar-benar serius dan konsisten menekuni dunia perpuisian seperti yang dilakukan DAM bukan tidak mungkin dia akan menemukan gaya menulis puisi sendiri tanpa harus mebebek idolanya, dan semua memang butuh proses dan pengalaman.

Mengenai media yang digunakan dalam menyebarluaskan karya-karya sastra berbentuk puisi, langkah yang dilakukan DAM sudah sangat tepat dan “up to date” , facebook sangat dikenal di seluruh dunia dan telah menghubungkan banyak orang di semua belahan dunia, jadi dengan mudah kita bisa memposting karya-karya sastra berbentuk puisi tersebut untuk mendapat respon dan penilaian dari orang lain, baik yang berkompeten atau sekedar iseng. Dengan kemajuan teknologi ini pastinya ada dampak positif dan negatif nya. Tapi apapun itu jika dilakukan atas dasar demi kemajuan sastra tidak ada salahnya, tujuan kita adalah menggunakan teknologi tersebut untuk mempermudah berbagi karya sastra puisi dengan banyak kalangan, baik yang masih awam maupun yang memang berkecimpung di dunia kesusastraan Indonesia.

Telanaipura Jambi

9 Maret 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar