SEJUMPUT MARHAMAH
: illustrasi dari puisi Kisah Sila dan Turahmi di Rumah Makrifat
karya, Yessika Susastra,Jambi.
Oleh: Moh Syahrier Daeng
Suatu hari Rasulullah SAW bersabda di antara para sahabatnya :
" Sesungguhnya di antara hamba-hamba Allah ada sejumlah orang yang
bukan Nabi- nabi dan tidak pula syuhada, tetapi sangat disenangi para
Nabi-nabi dan syuhada lantaran kedudukan istimewa yang diberikan Allah
kepada mereka ".
Para sahabat bertanya : " Ceriterakan kepada kami, siapa mereka itu ? ".
Rasulullah menjawab : " Mereka adalah satu golongan yang dengan rahmat
Allah saling mencintai, padahal antara mereka tidak ada ikatan darah,
dan tidak pula dipertalikan oleh harta dengan saling memberi di antara
mereka. Demi Allah, wajah- wajah mereka, cahaya mereka berada dalam
cahaya. Mereka tidak takut atau khawatir ketika orang-orang lain pada
ketakutan, mereka tidak berduka cita ketika orang-orang lain pada
berduka cita " (HR.Abu Daud).
Perjalanan kita kali ini ke taman
bunga yang pagarnya cinta yang senantiasa dipupuk kesetiaan yang
harumnya merebak bersama arah angin, melintasi ruang, menyilang waktu
yang dilembabkan oleh gerimis subuh sebelum kita merentang sayap,
terbang bersama burung-burung meninggalkan sarangnya dan kita pasrahkan
sekeping napas ini kepada tentu menentu, hingga yang tersisa hanya
secarik riwayat bagi mereka yang menyulam kenangan.
Sungguh,
saya masih membayangkan puisi " Kisah Sila dan Turahmi di Rumah Makrifat
" yang dipajang oleh penulisnya dua pekan yang lalu dan baru sekarang
bisa kukisahkan sedikit makna, lantaran begitu luasnya ruang yang akan
dimasuki :
di beranda dada, sila duduk bersila
dan turahmi tidak lagi sendiri, sebab terasa ada sayap-sayap kehangatan
di luas sajadah motif kembang, pintu ka'bah
kubah dan lampu gantung
Bagi saya, cukup satu bait saja dari puisi ini sudah terlalu luas untuk
diselami. Tidak ada keberanian saya untuk mengusik puisi yang gaya
bahasanya melenggang seperti anak dara yang sedang kasmaran, yang
kerangkanya tersusun rapi berkat asuhan dari arsitektur puisi, esei dan
keluh-kesah, yang alurnya meliuk laksana Sungai Batanghari yang airnya
tenang di tengah, deras di tepi. O puti, betapa engkau telah melahirkan
puisi-puisi.
Puisi ini telah mengusung tema sangat besar, yaitu
" MARHAMAH " (kasih sayang). Ketika marhamah ini diserahkan kepada bumi
dan langit, mereka tidak sanggup memikulnya. Diserahkan lagi kepada
segenap makhluk, pun mereka tidak mampu mengangkat beban. Tetapi manusia
berjanji dan menyatakan kesanggupannya, maka sejak itu, Allah
menjadikan cinta sebagai jalan sillaturrahmi (rentang tali kasih
sayang).
Kata " marhamah " hanya satu kali disebut dalam Al
Qur'an : WATAWASAO BIL MARHAMAH ( Al Balad :17), artinya :
berpesan-pesanlah pada kasih sayang. Pokok marhamah kemudian berkembang
menjadi beberapa cabang, di antaranya adalah sillaturrahmi. Seterusnya
kata sillaturrahmi menjadi simbol rahmatan lil alamin. Saya sebut
simbol, karena hanya sedit orang yang memahami makna sillaturrahmi dan
lebih sedikit lagi yang mampu mengamalkannya, kecuali mereka yang
mendapat petunjuk dan hidayah dari Allah SWT. Begitulah mutiara yang
sedikit menjadi mahal nilainya.
-------------------
Puisi ini dibuka dengan sepotong kalimat : " di beranda dada , ........ "
Apa hubungannya dada dengan marhamah ? Salah satu jalan untuk mencapai
taqwa melalui marhamah yang terminalnya di rongga dada, tersembunyi di
lubuk yang paling ceruk. Tidak ada yang tahu kedudukannya kecuali kita
sendiri serta Yang Maha Melihat. Maka ketika berkhutbah, Rasulullah
bersabda : " Taqwa itu di sini ", sambil menunjuk dadanya. Dengan
demikian, marhamah juga terletak di dada, bukan di lembaran, tidak juga
di ucapan yang manis-manis jambu. Bukan di keramaian pesta dan upacara
pamer lupa diri, kesombongan, merasa lebih dari yang lainnya, merasa...
merasa , entahlah !
Ada 3 komponen dalam bangunan sillaturrahmi, yaitu :
MARHAMAH : getaran belas kasihan yang mendorong kesediaan memberi maaf
dan mengulurkan tangan kepada orang lain.
MAWADAH : kecendrungan hati mencintai, menyayangi orang lain
MU'ATHAFAH : kesediaan hati mundur untuk memberi dan berbagi kesenangan
kepada orang lain.
Oleh sebab itu dalam Surah Al Balad disebut adanya " Aqabah " (jalan
susah) untuk mencapai marhamah : " Tahukah kamu jalan susah itu ? " (
12), yaitu :
Mencapai dan memberikan kemerdekaan (13)
Memberi makan ketika kelaparan (14)
Menyantuni keluarga anak yatim (15)
Menyantuni fakir miskin (16)
Pada akhirnya apa yang kita cintai ada dalam kandungan diri kita
sendiri, yaitu di antara jepitan tulang-tulang rusuk dan yang paling
dekat ke urat leher yang tanpa kita sadari. Di situlah muatan yang
sesungguhnya : " Tidak memuat bumi Ku dan langit-langit Ku, tetapi hati
hamba Ku yang mukmin dapat memuatku (Hadis Kudsi).
Izinkan saya
tutup kisah dengan doa cinta Rasullullah SAW : " Ya Allah, berikan
rezeki kepadaku cinta kepada Mu dan cinta kepada orang-orang yang
mencintai Mu. Cinta kepada apa yang mendekatkan aku kepada Mu dan cinta
kepada Mu itu lebih kucintai dari pada air dingin " . ALLAHUMMA ANTA
MAKSUDIN WARIDHAKA MATLUBI.
Subhanallah....
BalasHapusmarhamah indah sekali
BalasHapusMembuat saya semakin bersyukur dan percaya diri mempunyai nama Marhamah, terimakasih tulisannya😄
BalasHapussubhanallah
BalasHapusWalhamdulillah
BalasHapusTerima kasih, sangat mengesankan.
BalasHapusMohon ijin untuk men-share.👍👍👍🙏