Rabu, 06 Juni 2012

RUMAH KATA KITA, PUISI BERGERAK (TAK TERSERAK) DI PESTA PERAK

Catatan bersama: Dimas Arika Mihardja dan Yessika Susastra
Pengantar:

Ada semacam tradisi yang diam-diam menjadi agenda BPSM, yakni puisi bergerak (tak berserak) bertebaran di sepanjang lapak. Menyambut dan merayakan pesta perak perkawinan Dimas Arika Mihardsja dan Yessika Susastra pada 10 Juni, mulai bertaburan bunga hati sebagai dedikasi. Mari kita nikmati, kita hikmati, dan kita apresiasi puisi-puisi dedikasi untuk pesta perak pernikahan DAM dan YS. Sajian kali ini terbagi menjadi (1) Medali Perak di antara Rindu Terserak catatan kelahiran sebuah puisi perkawinan Dimas Arika Mihardja dan Yessika Susastra), (2) Pengakuan Yessika Susastra dalam “Rumah Kata Kita” dan interelasi dengannya, (3) Puisi Dedikasi dari Sahabat BPSM, dan (4) Puisi dari Seberang Pulau.

(1) MEDALI PERAK DI ANTARA RINDU TERSERAK
(Catatan Kelahiran sebuah puisi hasil perkawinan Dimas Arika Mihardja & Yessika Susastra)

DUDUK DI BERANDA RUMAH CINTA saat senja,  Yessika Susastra menyandarkan kedpalanya ke bahu. Kata Yessika, nyaris berdesah, “Mas....”, begitu lirih suaranya, tetapi nafasnya begitu tegas melafazkan sesuatu yang dirindukan. Mata Yessika menatap sebuah medali perak sebagai penanda prestasi anak kedua meraih pemenang kedua lomba menyanyi tingkat propinsi .

Arlojii di pergelangan tangan masih bertik-tok beraturan.  Kataku, “kenapa memandangi medali perak itu?” Yessikia tak menjawab, melainkan melangkah mengambil laptop lalu mulai menulis sebuah judul 24 KARAT NIKAH ILALANG SAAT BERJALAN KE BARAT. Kebiasaan Yessika yang kuhafal, selalu menulis judul puisi yang panjang, yang lalu ingin diurai dalam satu tubuh puisi. Aku segera memahami apa yang diinginkan dan dirindukan oleh Yessika, kali ini Ia mengajak menulis puisi kolaborasi. Setelah menulis judul panjang itu lalu kutulis [Kolaborasi Yessika Susastra dan Dimas Arika Mihardja] di bawah judul dan menulis bait pertama. Bait pertama yang kutulis itu seperti ini:


senyummu 24 karat, dinda, mengambang di muka pintu
saat geriap sore meronce bunga belimbing
di halaman rumahmu, dan burung-burung kecil
lincah saling berkejaran

Dengan bait itu saya hendak mengatakan bahwa sejak mula bertemu, senyum Yessika Susastra mampu membiusku, saat pertama bersua 25 tahun lalu di sebuah desa Sidodadi di Metro, Lampung Tengah. Sebuah perjumpaan yang mengesankan. Saat itu, aku sengaja bertamu setelah kedua orang tua di Jogja memberi tahu dan berpesan agar aku mampir ke tempat “saudara” (tetangga) yang kini bermukim di Metro Lampung Tengah. Sebagai tamu, saat itu aku duduk di teras rumahnya sebelum senja menjadi lengkap, alias sore. Di depan rumah Yessika, tempaat aku bertamu ada pohon belimbing, burung-burung kecil yang bercanda membangun sarang.

Saat santai di teras rumah sebagai tamu, aku melihat dua gadis (Yessika Susastra dan kawannya) bercanda sepulang sekolah di sebuah SMA Muhammadiyah di Metro, Lampung Tengah. Aku terpikat oleh senyum yang rekah, dan kian terpikat pada senyum itu setelah tahu, itu milik Yessika yang hari itu pertama kali kukenal. Bait yang kutulis itu alih-alih menyumbulkan kenangan lama saat bersua pertamaa kali yang menumbuhkan rasa simpati dana getar-getar aneh—jatuh hati mungkin begitulah istilahnya. Setelah bait 1 selesai kutulis, laptop kuserahkan pada Yessika, sementara kutinggalkan Yessika menulis dan merampungkan bait lanjutannya, lantaran pada bait 1 aku memasang pertanyaan/pernyataan, maka selanjutnya Yessika Susastra menulis bait 2 berikut ini:

begitulah kanda, aku pun melihat semut hitam berbaris
di atas bibirmu; manakah aku melupakannya?
dalam pikiranku saat itu, semut aja berbaris
mungkin tutur katamu begitu manis


Setelah menghabiskan sebatang 234  Super Premium, aku kembali mendekati Yessika Susastra dan membaca bait 2 yang dirampungkannya. Aku senyam-senyum sendiri saat Yessika mulai mengusili kumisku. Ah, rupanya ada juga kumis yang manis yua? Hehehehehehe  lalu aku menulis sebuah larik untuk bait 3, disusul baris Yessika, dan kami berdua sepakat mengunci puisi bersubjudul 24 Karat itu dengan bait 3 seperti ini:

kau dan aku lalu duduk di teras
memandang luas rumpun bambu dan semak perdu
seluas itulah dada cinta kita

Lalu Yessika kembali menulis subjusul puisi [NIKAH ILALANG] yang diikuti baris bertama dan kedua, lalu aku melanjutkan baris yang ditulisnya jadinya seperti ini:

[NIKAH ILALANG]

ilalang tak pernah melupa sembahyang
tumbuh di taman depan rumah
tengadah di belakang dan samping rumah amanah
telah kuterima akad nikahmu saat langit warna beludru
dengan mas kawin senyum ketulusan
dan janji seia sekata
selembar sajadah
dan desah pasrah

Untuk subjudul [NIKAH ILALANG] kami sepakat untuk mengisinya satu bait saja. Kenapa? Bait (bahasa Arab) bermakna rumah. Kami sepakat membangun rumah (ibadah) dengan mahligai perkaewinan dalam satu bait saja. Ya, kami sepakat membubuhkan nuansa dan muatan religius di dalam sartu bait ini. Religiusitas itulah yang kami sepakati untuk mewadahi puisi yang dimaksudkan sebagai kado ulang tahun perkawinan perak (25 tahun, pada 10 Juni tahun ini). 

Lalu, sebagai penanda bahwa kami telah berjalan ke barat, memasuki senja dan menetapkan arah kiblat, pada subjudul terakhir dengan jemari seakan menari Yessika menuliskan judul [BERJALAN KE BARAT] dan aku sebagai lelaki mengindentifikasi diri sebagai matahari dan menulis satu bait setelah judul yang ditulis oleh Yessika, sehingga terbacalah puisi itu seperti ini:

[SAAT BERJALAN KE BARAT]

kini matahari telah condong ke barat
semburat bianglala mewarna
di dada kita, dinda

ini telaga kita, kanda
enyahkan jelaga

ya

2012

Kata “ya” di larik terakhir selain sebentuk ungkapan persetujuan, alih-alih aku ingin mengatakan bahwa kami berdua di ruang sholat sedang gandrung membaca Yassin, tetapi untuk kepentingan puitik hanya saya tulis “ya” saja. Begitulah riwayat kelahairan puisi hasil perkawinan sepanjang siang hingga sore. Intinya, saat itu kami berdua kembali pacaran di beranda rumah cinta, sembari mengenang genangan kenangan masa lalu. Kolaborasi ini sengaja kami pilih untuk merayakan perasan perasaan cinta yang setiap saat menetes dan meruah di dalam rumah. Ya, Yessika adalah sosok yang penuh cinta.  Tak hanya mencintai suami dan anak-anak, orang tua dan saudara, termasuk tetangga, melainkan cintanya meruah pada sejumlah ayam yang dipelihara, kepada kucing-kucing yang dibuang orang lain lalu dirawaat di rumah dengan kasih sayang, dan cintanya pun dibadi pada ikan-ikan di kolam depan rumah atau ikan-ikan di aquarium, tak pula lupa selalu menyirami Gelombang Cinta—sebuah bunga berdaun lebar dan bergelombang.



(2) Pengakuan Yessika Susastra dan interelasi dengannya:
RUMAH KATA KITA

Entah ada dorongan dari mana, tiba-tinba aku diusik oleh frasa "rumah kata kita" sembari membayangkan pesta aperkaeinan perak 10 Juni ini. Ya, saya lega bisa memasuki "rumah kata kita" bersama mas DAM. Mungkin, ya, mungkin saat mas DAM terlibat kepanitiaan di pesta pernikahan tetangga, saat menyaksikan mempelai bersanding, lalu mengirim sms berisi puisi ini:

PUISI KEDUA, SAAT BERSAMA, MEMBISIKKAN CINTA

/1/ PUISI KEDUA

ma, ini puisi kedua yang kulayangkan
lewat pesan singkat, saat jemariku menari ekstase
sendiri. aku kangen dengan sahabat dan tak ingin curhat
lewat puisi, ma

ma, maafkan, di pesta pernikahan
aku banyak bersua kawan lama, sahabat dan mantan paacar
salaam dan senyumnya masih hangat, ma
tetapi percayalah pesta akan berakhir
dan aku kembali masuk ke dalam pelukanmu
seorang, ma

maafkan aku, di hadapanmu
aku ialah pintu terbuka; begitu sederhana
dan tak ada yang bersama rahasia

/2/ SAAT BERSAMA

andai kau lihat sepasang mempelai yang bersanding itu, ma
ingatanku kembali terkenang manis senyummu
memandangku penuh dan tersipu saat menatap
kumis tipis

benar ma, mempelai itu serupa rama dan shinta
cerah bergairah, tersenyum merekah

ma, aku merasakan kembali muda
memandang kembang mayang dan janur kuning
masih kuingat bunga tebu di bibirmu saat itu
saat kaupandangi kumis tipis di terang cahaya

/3/ MEMBISIKKAN CINTA

ma, pejaamkan mata
lalu kenanglah masa-masa lalu
saat kau dan aku bersanding: merinding
dan menggigil oleh cinta!

ditulis 03/06/2012
+semoga berkenan dan memberikan kehangatan bagi persababatan sejati.

Membaca puisi mas DAM yang dikirimkan melalui sms ini, saya lalu terusik oleh kelompok kata "rumah kata kita", dan saya ingin menuliskannya sebagai puisi, entah seperti apa hasilnya, yang penting saya berusaha jujur membahasakan rasa:

RUMAH KATA KITA

rumah kata kita, kanda
seperti rumah chairil anwar: unggun sajak
segalanya tampak dari luar; tak ada yang bernama rahasia
sebab semua ada yang menjaga, ya Dia yang Maha Melihat
aih, aku kembali menggeliat, teringat saat kaubisikkan kata puisi
di sidodadi, yang di halamannya tumbuh pohon belimbing
bersegi lima

ya, rukun iman ada lima, kanda
pancasila juga lima; maka ingin kuungkap pancasetia
1. hanya setia pada geliat ayat-ayat
2. bersetia pada kekuatan kata cinta
3. menunggu degup rindu bersama
4. saling asah-asih-asuh menuju muara
5. saling silang untuk melengkapi perkara

rumah kata kita, kanda
ada 25 pintu dan jendela terbuka
seperti meajid bertiang dan berpilar
angin leluasa menyapa dana menyapu
pandang tak jemu

2012
+ jika puisi ini memuisi dan memuisi, kanda, bukukanlah dalam kitab smarandana, tentu bersama puisi kisah-kasih kita lainnya.


(3) PUISI DEDIKASI DARI SAHABAT BPSM:
Windu Mandela:


BUAH JAMBU
dam dan yessika

di depan rumah ada pohon jambu yang ditanam
dua puluh lima tahun silam. disiram setiap pagi
dari sumur belakang rumah. buahnya disimpan
dalam kulkas biar segar.

ketika duduk di beranda rumah cinta, ada
gadis manis dengan senyum kecil. membawa
sekeranjang buah jambu dan berkata. "bolehkah
kubawa sebagai bekal di jakarta".

Juni
2012
Yessika Susastra:
SAJAK MENGHITUNG HARI, MEWARNAI HATI

di dinding dada, sebuah tasbih putih tak letih
menguntai nama, menguar harum bunga
yang rekah di luas sajadah; kuciumi wajah
mengulum berkaah terindah, sebab demi masa
masih tujuh hari lagi peristiwa itu terulang:
kau dan aku saling pandang, berikrar dan bersetia

sebagai merpati putih, sekali berjanji
sehidup semati menyematkan amanat dan wasiat
leluhur: hormatilah pasanganmu seperti kauhormati
nafas dan lafaz bagi kekasih

tujuh hari lagi, memasuki hari minggu
ada rindu rasa candu, menggebu selalu
hingga ingin kusandarkan kesadaran dan kesetiaan
hanya pada geriap tangan-tangan senyap
menyergap sepotong harap: kesetiaan
pada janji bersama menuju muara dan menara
menunjuk bintang di langit dan berdekap
dalam bayang bulan keemasan

04/06/2012
+ sebiji puisi kutanam di laman di pelaminan pesta perak

Ning Menning:

Seandainya bisa
: pak Dimas Arika Mihardja & ibu Yessika Susastra

seandainya bisa
kurangkai kata indah
dalam puisi penuh makna
kan kupersembahkan setulus jiwa

seandainya bisa
kulukis figura cinta
kan kuhadiahkan
berbungkus kado kesungguhan

seandainya bisa
kukirim bunga
kan kutitip salam santun
dengan senyum anggun
di tiap kelopaknya

seandainya bisa
ya, seandainya bisa
namun aku tak bisa
hanya do'a senantiasa tercurah
semoga bahagia
dan langgeng selamanya
selalu dalam ridho-Nya
sampai terpisah raga
amiin!

Cirebon, 04 Juni 2012

Saya terharu dan terinspirasi dari kemesraan pak DAM dan bu Yessika menuju hari pernikahan perak, semoga berkenan. Terimakasih.



Imron Tohari:
BAHASA JIWA

: Dimas Arika Mihardja & Yesika Susastra
(25 tahun seperjalanan dalam cinta kasih)


Telah sering kudengar tentang bahasa jiwa
Tapi sesering itu pula tak juga terpahami
Sampai aku mengenalmu
Lalu menjadikanmu kekasih

Jika, aku;engkau
Tlah memutuskan saling membaca hati
Meniadakan ketidaktulusan
Maka,tidaklah penting suatu pertanyaan tentang
Berapa lama engkau denganku seperjalanan

Ohai engkau yang telah menjadi kekasih
Kian mendekatlah kemari, ke aku
Biar kuterbangkan segala ketakutan,walau
Mesti kuberikan jantungku dari dalam dada
Untukmu. Ikhlas terbakar hingga kering pasir
Di dalam tungku asmara

(lifespirit, 6 Mei 2012)

Ning Bening Hati:

DI TANGGA KE DUAPULUH LIMA


Tanpa keluh
Tanpa gaduh

Tautkan jemari
Ayunkan kaki

Tanpa keluh
Tanpa gaduh

Kita seiring
Senyum dan kerling

Dalam ada
Dalam tiada

Kita
selamanya
ada

4 Juni 2012

Dimas Arika Mihardja:


SURAT SENJA KEPADA JINGGA
:Yessika Susastra

senja menulis surat jingga di dada
serupa kaligrafi terbingkai kayu jati
"lihatlah, pelangi di matamu dinda
mengerjap serupa sayap-sayap doa
di keluasan angkasa rinduku"

telah bersanding sejoli, merpati tua
yang senantiasa mengeja ufuk teduh
di beranda rumah cinta, mewarnai cakrawala
pandang tak jemu, serupa senyum ranum
mengabadikan rona nafas doa

senja dan bianglala di luas cakrawala
menulis puisi di getar nadi, mengalir
dan mencair ke hulu sungai: "basuh
dan basahi telapak tangan doa, adinda
biar bersemi dan berseri ruang di luas dada!"

04/06/2012
"jelang menjemput dan menyebut nama bunga di permadani cinta"


(4) PUISI DARI SEBERANG PULAU

SEPASANG ANGSA PUTIH
Rosmiaty Shaari (Melaka)
(Selamat Ulang Tahun Perkahwinan buat sepasang Angsa Putih dari Jambi - Prof DAM dan Yessika)

sepasang angsa putih
mengilir senja di Jambi 
mereka bercerita tentang cinta -

kekasih,
masihkah kau ingat  mahar kita?
selangit lilak kita bercanda
serentak kita juga bersuara
wajahmu tunduk menyergap silu tak kutahu
namuh desah nafasmu menderu - aku kekasihmu
dan kita pun tersipu malu

kakanda,
larik mahar asmara itu masih ada,
di dalam satu degup dua jiwa
ia  tetap mekar menebar bau cinta
meski gerak musim menggamit gelombang
tak merubah asal kita

jika begitu, kekasihku
paut sayapku untuk beberapa waktu lagi
seusai, kita pasti bertemu di kolam rindu
sungguh, aku menunggumu di situ

aduhai, kakanda
kuturut kata meski gelombang bercanda gila
atau desir menolak bahtera kita
kembang sayapku menadah kembang cintamu
ayuh, kita mengilir lagi di kolam seroja....


1o/06/2011
melaka

DIORAMA SEPASANAG MERPATI PUTIH
Djazlam Zainal (Melaka)

apa yang sedang diingini
oleh sepasang merpati
di tengah onggokan awan
di tengah padang datar

putih benang tipis
mengikat betis
merpati enggan lepas
biar deru angin deras

bening mata memancar
kelintar anak-anak berkejaran
seakan tari siang ini
berlarutan ke dada malam


8 rejab 1432/ 10 juni 2011


BALADA CINTA DIMAS DAN YESSIKA
Moh. Ghufron Cholid (Madura)

Yessika, duapuluh empat tahun
Kau permata menakjubkan
Karunia Tuhan
Yang tak bisa kutafsirkan

Dimas, terimakasih
Sebab kau masih sajadah
Menuntun ke jalan Allah
Hingga riuh tak lagi singgah

Yessika, duapuluh empat tahun
Kau menjadi sangkarku
Hingga burung kesetianku
Tak singgah di dahan-dahan nafsu

Dimas, menjadi sangkarmu
Adalah bagian restu
Yang harus kumaknao tiap waktu
Biar hatiku tak menjelma batu

Yessika, duapuluh empat tahun
Kita selaksa emas duaempat karat
Kita semakin dekat 
Dalam tiap doa yang memikat

Dimas, inilah hidup
Yang saling memberi sempurna
Takkan bermakna
Jika kita tak saling berbagi karya

Yessika, kata-katamu selaksa cahaya
Terangi gulita
Kamar masa
Yang kini mulai hampa

Dimas, aku hanya hamba
Kau pun hamba
Tak ada yang sempurna
Selain pencipta

Yessika, tak sia-sia
Gugur daun usia
Dari ranting hidup kita
Sebab selalu memberi kita makna fana

Dimas, tak ada cipta Allah yang sia-sia
Semua memiliki tanda dan makna
Hanya saja
Kita yang dangkal ilmunya

Yessika, duapuluh empat tahun
Kita tanda kebersamaan
Semoga tak terpisahkan
Ruh cinta kita, walau tanah menjadi kamar sementara perjumpaan kita

Dimas, dari tanah akan kembali ke tanah
Begitu pun kita
Pemeran yang dipercaya
Mementaskan segala drama, namun tak pernah tahu maut mendekap mesra

Yessika, duapuluh empat tahun
Adalah pengembaraan cinta yang cukup dewasa
Membangun megah cinta
Bersama usaha dan doa bergelora 

Dimas, demikian risalah cinta
Yang menjadi karunia
Yang harus kita tafsirkan secara dewasa
Dalam tiap debar peristiwa

Yessika, duapuluh empat tahun
Akhirnya segala sejarah tercatatat anggun
Dalam balada cinta
Anugerah Tuhan yang penuh pesona

Kamar Hati, 10 Juni 2011

KADO PERCINTAAN
Djazlam Zainal (Melaka)

seperti gembala
aku melihat percintaan
dua ekor angsa putih
sedang berkasih

melilit mereka
antara kedua lehernya
seperti tidak mau melepaskan
waktu asingnya

dua ekor angsa putih
saling berdakapan
hingga puisiku ini
kuyup kebasahan


9 rejab 1432/ 11 juni 2011

Muhammad Rois Rinaldi (Banten):

SEPASANG ANGSA PERAK

sepasang angsa perak saling tatap
sesekali saling mentertawakan kerut wajah
lantas seloka dan gurindam dilanggamkan
meruangi wangi beranda rumah cinta
iringi tari ritmis seirama zikir di bibir jiwa

sepasang angsa perak di julang angkasa
antara arakarakan awan hitam juga gelegar
petir yang menyambar lembarlembar kabar
menyisir misteri jelaga kata dan bahasa

sayapsayapnya terus melaju lurus
menembus pintupintu cuaca dan hari
sungguh telah merangkak senja
di lengkung jingga bermotif bunga
denyar kedebar langit begitu mencinta
segala rasa ruah di dada, detak detik : doa

Cilegon, 4/6/2012

Dedet Setiadi

LUKISAN  YANG TAK ABSTRAK

Sepasang  insan bergerak menaiki tangga langit
berjubah perak

Tanpa awan.  Semata gapura bintang
dan arak-arakan kirab
ke sana – ke dalam ruang yang tak retak

Angin di sekitar mengirim duyunan kibar
nikah akbar

Sepasang  pengantin batin, bersanding di  pelaminan waktu
dihias bokor jiwa --  cinta yang bukan sekadar kata

Magelang,  Juni 2012

Kupu-Kupu Putih
(Perkawinan Perak Dimas Arika Mihardja & Yessika Susastra)

By:SSH

di reranting pelangi senja
sepasang kupu-kupu bersayap perak

saling mengepakkan sayapnya
tak lelah tak kalah
meski langit sering gundah
dicecapnya sari nectar bebungaan
sebagai sari pati hidupnya
tak mau sedikitpun terpisah
di tangkai tangkai melambai
rindu membelai
di ranum embun

kupu-kupu putih
bercahaya dan mencahaya
di taman mayapada
terbuka bagi siapa saja mengecap Nektar Nya
rumah madu batinnya
dalam peram madu
memberi kekuatan

teduh dan penuh alir alur singgah
dari taman bunga warna rupa
tak lelah memberi madu manis kata
mengental di rasa puisi
bahasa kita

Kupu-kupu bersayap perak
teruslah mengepak
sayap sayap di langit penuh
Cahaya puisiMu

Sragen, 4 Juni 2012

Erde Adha (Bengkulu):

SENJA DI BATANGHARI
: Dimas Arika Mihardja dan Yessika Susastra

sunset terlihat begitu indah saat senja di tanggo rajo
pedagang asongan serupa pinutur nan menghibur
dan kusapa sepasang kekasih: hendak ke mana?
"menghampir tiang seribu," gegas mereka
membalas sapa
nun, entah pipit entah gereja berbaris di pelangi segaris ...

batanghari tak lelah menampung ruah sampah
deras arusnya sajak perjalanan, tempat luka berdenyut
dan racun hanyut sampai ujung tanjung jabung
berubah wujud merupa aksara nan sujud

senja di tanggo rajo, kunang-kunang memendam malu
kilau sepasang kekasih menerang remang
batanghari bersaksi: hulu ditentang, hanyut jua ke hilir
bersama sajak-sajak rindu

Bengkulu, 5 Juni 2012

** didedikasikan untuk kawin perak DAM & Yess (sepasang kekasih puisi dari Jambi)

Chuppy Afiani (Bekasi):

HARMONI
: pak Dimas & Bunda Yessika Susastra


lagu ini masih sama
bernada indah
mengalunkan rindu biru
mengalirkan kasih,selalu membuat haru
melodi mengayun serasi

meski hujan badai laut hantam perahu janji
pasang surut rasa ditiup cuaca
selalu tepis
karena langkah semangat DAM dalam genggam hangat Yessika

dan lagu tetap mengalun
diantara dua jiwa
dalam harmoni bahagia
ini lagu cinta DAM dan Yessika
di dua puluh lima tahun bersama

(mengucapkan selamat ulang tahun perkawinan perak,semoga abadi didalam rasa dan kebersamaan)

Soka merah,5062012

Kanjeng Senopati (Yogyakarta):
TIGARATUS REKAH MELATI
: abah Dimas dan Bunda Yessika


Kelopak melati tak henti menari. Gemulai kaki menjejak demi sajak-sajak bijak, geliatkan aroma hasrat ternikmat pada setapak padang benderang, dengan bermandi kilau cahaya sebagai penyucisuci hati dari tuba-tuba masa yang jalang meracuni


Tigaratus kuncup melati merekah. Mengalung setiap detak hendak, merupa pijar saat terlantar di belantara tak nalar. Membuah renung di relung paling palung agar setapak cinta semakin bersinar

Kuntum melati terus mengerling dengan mata paling bening, menjamu sepasang hati bersanding dengan sesaji wangi

Lirih Hati, 052012

Luluk Andrayani (Hong Kong):

DOA MAWAR UNTUK DUAPULUH LIMA MEDALI PERAK
: DAM & YESS


DOA MAWAR
terpekur mengeja rekah di pelataran
langit. basuh debu sisa kelana dunia
mimpi malam tadi. debar lesap di gemuruh
dada bertabrakan. berpacuan.
bergandengan mencari asih. timang
kepekaan asah dalam binar saling
asuh

embun dan ilalang subuh ini berpelukanO ucap
salam. gelar sajadah berjamaah aminkan
panjatan doa dari sudut-sudut taman. sejuk
merasuk. wangi berpendaran bersama kilau
mentari

UNTUK DUAPULUH LIMA
ya, tiba-tiba lembaran senja menggulung
hari. catat perjalanan sepasang musafir
kata di tualang ini.

duapuluh lima tahun
duapuluh lima warna
duapuluh lima palang
duapuluh lima ngarai
duapuluh lima pal
duapuluh lima pergantian musim

dada bidang seluas padang, tak jemu
merajut benang kata usang
dari debu
angin
air
api
logam
menjadi kain kehidupan. menyatu
menyelimuti dingin. demi persembahan
cinta sejati MEDALI PERAK

LA, 05 Juni 2012
¤ semoga berbahagia selalu Abah Dimas dan Bunda Yess, hanya sebuah bingkisan kecil dariku. :) salam sayang dan santunku

Muhammad Rinaldy (Palembang):
KERTAS
: untuk Abah Dimas & Bunda Yessika


kertas itu merah
berlintasan dengan waktu
memuji serta berhalwat sedentang,
'tuk esok. tiap tengadah cumbui impi
lahirkan pukau paling riuh; 'jemput tangkai yang kian luruh'

ternyata hujan masih saja hingar
padahal jutaan pukau telah dititipkan pada yang berhak
selalu saja ada jerit miris
di langkah-langkah hangat, walau tatap melambai sejuk

di hadap altar lalu
jiwa-jiwa itu saling mengadu rindu
yang terharmoni dua pilar ranum jelita
ini 'tualang rekah dan terang
di kebersamaan, menghitung langkah. dan sampai di beranda rumah paling rindang, muasal alkisah tercumbui lagi tercukupi

(hehe, selamat ulang tahun perkawinan perak. semoga abadi di rasa dan kebersamaan, berselalu. Amin!)

Palembang, 05062012

Salju Pink (Jakarta):

Mitsaqan-galidza
(Dimas Arika Mihardja-Yessika Susastra)

oleh janji, seluruh hidup termahar.
hingga terikhlasnya lahir bathin.
kita
.
lebih dari makna
perak.

south-batavia, Juni 2012

Yusti Aprilina (Bengkulu):

SEPASANG PUISI


Sepasang puisi terbang tinggi
dari babad tanah jawa
melenggang, dan hinggap di ranting tanah jambi
meretas asa, menikmati rona senja
bersama: DAM dan YESSIKA
menjalin rajutan indah dalam aksara penuh makna
abadi dalam DAMai
dan salam YESSika

Selamat Ulang tahun perak pak Dimas dan Ibu Yessika.

AM, 5 Juni 2012

Moh Syahrier Daeng (Bintan):

LAKI-LAKI SENJA
: Dimas Arika Mihardja- Yessika Susastra


Seorang laki-laki senja menghitung dua puluh lima waktu
sejak disumpah menjadi ayah dan menjadi abah di sebuah
rumah puisi yang dibangunnya dari perasan keringat dinginnya

Di sampingya, seorang wanita sore menyulam kesetiaan
serentang tali kasih sayang, mengukir bunga-bunga cinta
yang tidak goyang oleh prahara dan puisi-puisi dijadikannya
pelengkap doa', sebelum hajat ditutup kelam menenggelam

Aminkan harap mereka agar terpatri di luh mahfus
dan menjadi saksi tentang telaga yang mata airnya
mengaliri lembah-lembah, sungai-sungai juga selokan
dan ke segenap pena yang tintanya tidak terputus
Maka kata-kata adalah awal dan penutup hikayat. Amin

Nimas Ayu (Depok):
LUKISAN TAKDIR
:Abah Dimas Arika-yessika susastra

putaran demi putaran bumi tertempuh sudah.tinta menggores kisah indah,penuh harmoni dalam memori.suka nestapa entah dihitungan keberapa dengan kasih tulus dirobek waktu.namun semua ada dimasa siasia,saatnya hidup harus berjalan,dan romansa cinta mengukir indah didinding hati damai tercipta,menghapus lara panjang menghimpit lelah.beriring mesra melaju dengan bahtera dilautan putih.janji saling mendekap dua hati,untuk saling setia mematri dikokoh jiwa.lengkung pelangi bahkan hitam putih menyatu nuansa warna penuh makna

NA,2012

doaku menyertaimu abah dan bunda,mohon maaf kalau terlambat.
Bintan, 2012


Azie Nasrullah (Bandung):

ABAH RENDAH HATI TINGGI BUDI
: Abah Dimas Arika Mihardja dan Bunda Yessika Susastra


dengan kata-kata kita basah lidah

dengan rasa-rasa kita kaya anugerah
dalam dekapmu anak ini merasa betah
hangat pelukmu dirasa semua yang mencintamu

pernah kau marah
lalu padam seketika
sering kau bercanda
hingga bahak bercampur
di hati gelisah nan gundah

cintamu sungguh lebih dari luar biasa
tertanam tajam ranum berbuah
tertancap mantap kupetik tiap saat

tahun-tahun memadu kasih
menyulam cerita berbenang kisah
banyak jarum sudah patah
hangat hasilnya kujadikan jubah

kupanen pula padat biji padi
semakin rendah semakin berisi
kenyang kumakan isi ilmumu
tak dapat kupanjat tinggi budimu

Bandung, 05 Juni 2012

Eni Meinar Gito (Bengkulu):


Kuhantarkan Kembang Kopi Memutih di Pesta Perakmu
Kepada Dimas Arika Mihardja dan Yessika Susastra


Sedikit tersipu senyum dikulum,ini bukan melati mewangi.
Sehamparan kembang kopi memutih.
Sehasrat rasa,
ingin kuhantarkan padamu berdua.
Apakah rasa yang sama saat embun belum sempurna sirna,
saat pucuk-pucuk kopi menghijau bauran putih merimbun bermekaran?

Ini juga putih.
Ini juga wangi.
Ini bukan melati.

Ini rasaku malu-malu kuhantarkan sedari pagi.
Ini mauku setelah kembang berbuah ranum.
Temani kita bercerita di beranda senja 'sruput' harumnya.
Secangkir dua cangkirpun tak apa,
selagi rasa merangkai kata,apakah kau suka?

Lembah Rafflesia Bengkulu.
06.06.2012

Zup Dompas Bin Usman (Riau):
Makrifat Abjad
: dimas arika mihardja & yessika susastra


seperempat abad memahat
abjad abjad menggeliat
bersejingkat dan melesat
mengarung lorong meminang kesunyian
bermastautin di batin jadi pengantin
beranak pinak di semak samun benak

senja kuncupkan sayapnya
sekejap lagi gelap menyergap
aku bergumam engkau mendesis
nyanyian dam dam ritmis yes yes
menapak anak tangga makrifat
anak anak kita kuat dan sehat
lihatlah mereka serupa kita
namun bukan milik kita
jiwa terbelah bersatu sudah
jangan salah jangan marah
jika kata telah habis menangislah
karena air mata bukanlah dosa

ohai! mempelai yang tersadai di belai
pengantin yang bermastautin di batin
sejuta mata tersandera di penjara terbuka
terkurung gumam nyanyiam dam dam
terkepung desis ritmis tarian yes yes
yang meminjam kesunyian
yang merenjis tempias
hujan tengah malam
menggeliat hayat
makrifat abjad

Niadoda, 06 Juni 2012
Zup Dompas bin Usman

Alfiah Mahfuz (Jakarta):

SATU BAIT CINTA
: Bapak Dimas Arika Mihardja dan Ibu Yessika Susastra


sebuah amanah tiba. ketika
rerumput padang
yang bertelut sembahyang
itu adalah ilalang
pulang. berteman sajadah
terdengar ikrar setia.
dari subuh hingga petang
datang. qasidah memijah desah,
"dadamu ada padaku.
dua raga satu rindu. dalam nama Dia"

______________________________6.6.12

*terinspirasi dari puisi Nikah Ilalang.
delapan puluh tujuh suku kata dalam satu bait ini sebagai persembahan kecil pernikahan perak. barakah selamanya untuk Pak DAM dan Ibu Yessika. aamiin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar