Jumat, 10 Februari 2012

KONSEPSI PUISI MENURUT GEMERASI KINI

Catatan: Dimas Arika Mihardja

Pengantar wacana:

Pesan penyair Sanusi Pane, "O pujangga, buang segala kata yang kan cuma mempermainkan mata, dibaca selintas lalu karena tidak keluar dari sukmamu (sebelumnya Sanusi Pane menulis): Sajak, o, bukannya kata nan rancak, kata pelik kebagusan sajak....sajak seperti matahari mencintai bumi, memberi sinar selama-lamanya dan tidak meminta sesuatu kembali, melainkan harus cintamu senantiasa.

Taufiq Ismail menambahkan soal fungsi puisi: DENGAN PUISI AKU: bercinta, mengenang kejadian, menangis, meratapi zaman yang kian terajam dan terancam. Dengan puisi bisa berdoa hingga akhir senja berbatas cakrawala.

Pesan DAM untuk warga BPSM agar perspektif penulisan puisi meluas dan tidak sekadar asyik dengan diri sendiri: puisi selalu hadir dan lahir, meski tidak engkau tuliskan. Matahari pagi adalah puisi. Burung membangun sarang adalah puisi. Tangis bayi kurang asupan ASI dan gizi adalah puisi. Pemerintahanh korup adalah juga puisi. Polisi menempeleng pencuri sendal jepit adalah puisi. Keadilan dan ketidakadilan adalah puisi. Orang bjatuh cinta, patah hati, sedih, duka, cemburu, rindu, sunyi dan sepi adalah puisi. Semua yang terbentang dan terhidang di semesta luas adalah puisi. Misteri Allah adalah puisi. Godan jin setan adalah puisi. Kenapa mengatakan tidak ada puisi hari ini? Bagaimanakah menurut pandangan sahabat sekalian?

Pengakuan Warga BPSM

Nabila Dewi Gayatri (Penyair, Pelukis, Musisi, Aktivis, Spiritual-motivator berdomisili di Surabaya):
 puisi sabda hati.. ada gerak ruh ada puisi. ruh? semua yang dihamparkanNya yang menjelma wahyu nyata :)

Kanjeng Senopati (Penyair, warga BPSM yang produktif, berdomisili di Yogyakarta) :
Sedang menurut saya jagat kecil ini telah di lukis dengan puisi yang indah, andai saja seluruh lautan jadi tinta, pohonpohon jadi pena, langit dan bumi menjadi alas, takkan sanggup menulis keindahannya, bukankah begitu mbak yu nabila dewi gayatri?

Luluk Andrayani (TKI  di Hongkong, aktivis Lingkar Pena, mulai jatuh cinta pada puisi):
puisi adalah kata hati.. wajah manusia yang luarnya dapat dilihat namun mempunyai warna dan mimik yang berbeda. karena puisiku adalah hatiku Abah Dimas Arika Mihardja, puisi adalah kekasihku, apapun yang terjadi aku dan puisi tetap saling mencintai hehehehe..

Ambia Mursalim Iskandar II (Tangerang):
antara lain mencoba memberi warna, menurut saya Puisi adalah kata-kata tentang keinginan dan ketidak inginan, harapan dan yang tak di harapkan, cinta dan benci, doa dan kutukan...

Hanna Yohana (bermukim di Hongkong):
Puisi ibaratnya bagai tempat sampah,dimana segala susah senang di tupahkan lewat puisi....benarkah begitu pak Dimas Arika Mihardja.

Rini Widya Sumardi (Yogyakarta):
saya katakan seadanya, bagi saya puisi maupun tulisan dalam bentuk apapun adalah anak kandung saya, yang akan saya cintai dan saya jaga. Seperti kata Abah DAM penyair adalah ibu kandung puisi, ya ya seperti itu. Menciptakan tulisan dalam bentuk apapun, selalu sama prosesnya. Butuh cinta dan rasa sakit.

Naomi Aurelle (?):
lidah boleh setajam belati, jemari bisa selincah penari. puisi mewakili isi hati, langit dan bumi dengan indah kata yang tertata. bagiku, puisi tak pernah mati sekalipun ditikam belati dan tampak tak selincah penari

Kajitow El-kayeni (esais, filsuf, penyair editor berdomisili di DKI Jakarta):

puisi itu endapan ide menurut saya, sama seperti ide atau kegelisahan untuk menulis hal lain. jika ide atau kegelisahan tadi menemukan jawaban maka ia bisa menjadi esai. tapi jika ide tadi hanya sebuah pertanyaan atau perenungan, maka ia akan menjadi puisi. sedangkan ide yang terkonstruksi dengan detail, maka dia akan menjadi cerpen atau novel. kemampuan setiap orang tentu berbeda dalam menyikapi ide ini, apalagi jika seseorang memiliki beberapa bentuk penuangan ide tersebut. rendra perlu waktu relatif lama untuk membuat esai, tapi lancar dalam menulis puisi. goenawan mohamad cenderung lebih gesit dalam menulis esai, meski juga bagus dalam berpuisi. kalau kajitow tergantung suasana. yang perlu diingat, puisi memiliki struktur. kenapa tulisan pada papan belakang truk: "kutunggu jandamu" gagal disebut puisi? karena ia tidak memiliki struktur. apa pun bisa dipuisikan, dengan maksud dijadikan bahan ide terbentuknya sebuah puisi. tetapi sebuah puisi juga harus melewati beberapa tolok ukur penilaian. saya sedang merumuskan unsur-unsur yang dinilai pada puisi berdasarkan berbagai ukuran, tolok ukur, dan kriteria di antaranya: (1) koherensi atau keselarasan, (2) keseimbangan bentuk atau keindahan, (3) kepaduan pada tema, (4) keutuhan atau tunggal, (5) pengucapan yang khas, (6) kebaruan atau inovasi (7) efesiensi, (8) keunikan sudut pandang, (9) lapis metafisis seperti sublim, tragis, suci (11) sinar kejelasan, (12) keaslian ekspresi atau orisinalitas, (13) baik yakni sugesti yang mendorong untuk mengikutinya, (14) pengalaman jiwa, (15) keluasan wawasan, (16) nilai rasa, (17) sikap moral, (18) gambaran kenyataan. dan saya kira ini akan bertambah jika merangkum lebih banyak lagi hasil pemikiran para pakar itu nantinya.

Ch. Anam Ipe (penyair dan motivator):
belajar menyawai kata ... begitu puisi, aku berharap

Eka Fit (Jakarta):
bagi saya sederhana saja puisi adalah perenungan, yang biasanya tercipta karena kerinduan, atau mungkin kegelisahan terhadap sesuatu. Maka dari situ daya imaji mencuat membentuk ide2 terangkai. Yang pastinya oleh si empunya akan meramu ide2 tsb ke dalam sebuah karya.

Lokhyie YAK:
Jika puisi adalah Cinta (wahyu yang dirahasiakan) maka puisi adalah MELEPASKAN KEHENDAK DIRI... "Apa yang mungkin dapat dikabarkan dari sangkar kosong, sangkar tanpa wewangian ketika pintu terbuka. Apa yang mungkin dapat dilayangkan, terbangkanlah! Mungkin sebagai PUISI, telah kuhormati kehidupan dan pertautan. Sebagaimana rahasia tengah kubaca segalanya dari kejauhan. Dari perjalanan panjang paling sunyi, menikam benda dan memberinya nama. Agar sekedar lebih mengenal darah dan pembuluh. Menghayati usia dan garis tubuh... Dunia kehidupan menjadi demikian majemuk. Tak lain karena adanya bahasa dan kata menjadi garis batas yang membedakan satu dengan lainnya. Garis batas yang menciptakan perspektif dan perbedaan persepsi, momentum apresiasi, hingga ekspresi dalam berbagai ruang sosial ditumbuhkan. Inilah urban ruang komunal publik terus-menerus saling dialektik. Sudah sejak awalnya seni adalah kata dan bahasa isyarat, darah dan nafas perubahan, dan kebangkitan. Seni dan budaya adalah fragmentasi yang membangkitkan perbedaan estetik. Harapan mendapat wacana estetika serta nilai artistik yang inspiratif ternyata tak semudah apa yang dibayangkan. "Membalikkan telapak tangan rasanya lebih mudah ketimbang merangkai kata yang memiliki nilai moral..." Inilah puisi (Indah, Suci, Atas, Serius, Mulia, Tinggi) dan tidak mempunyai nilai-nilai bawah (Rendah, Banal, Buruk, Profan, Asal Jadi, Instan). Jika dikaji lebih mendalam, puisi pun dapat menjadi jalan menuju Tuhan, hingga seseorang mampu mencapai puncak petualangan rohani "Holygrail".

Biska Alexa:
bagiku puisi adalah sistem yang memberikan kemungkinan perbaikan diri ke arah lebih baik, mengubah umpatan menjadi kalimat lebih "layak" didengarkan, menjadikan curhatan seindahan nyanyian sehingga yang mendengar nyaman, memberikan pendapat tentang suatu hal hingga bisa dibantah atau diterima, meski ada kekhawatiran tertukar kalimat dengan Kalimat, sehingga yang pening anak cucu kelak, hehe.. pendapat pribadi aja pak Dimas Arika Mihardja


Deddy Firtana Iman (Banda Aceh):
Jadikan puisi sebagai ucapanmu dalam tak tersampaikan secara nyata...

Mahbub Junaedi (Penyair di Brebes):
yang jelas tema puisi itu meliputi seluruh kehidupan manusia bersama aksesorisnya, di samping melantunkan tentang keIlahian Tuhan juga seluruh denyut-denyut yang menafasinya disetiap kejadian, peristiwa yang sekecil apapun, sedetail apapun sampai pada peristiwa yang besar, yang tersirat dan yang tersurat. Jadi tema puisi itu meliputi keseluruhan kehidupan di dunia ini. Soal teknis, tetap sama saja bagaimana struktur puisi yang sudah terbentuk, begitu mas Dimas Arika Mihardja..... salam santunku

Halimi Zuhdi (Penyair, Intelkektual muda, di Malang):
puisi adalah kata yang tertulis dalam sunyi.

Sagah Aditama (Penyair Tanpa Nama, Banyumas):
Puisi adalah sekumpulan kata berirama jiwa yang membathin, dari hati, fikir dan tertuang nyata. Puisi itu jari-jari kehidupan, puisi itu ombak badai lautan, puisi itu siraman suci, puisi itu makna yang menyadarkan.

Kemala YK (Penikmat Karya Sastra, Indonesia):Puisi adalah makhluk ajaib yang merubah isi semesta dari objek menjadi subjek. Sebagai salah satu bentuk karya sastra, puisi berwujud rangkaian kata yang disusun dengan nilai estetika tertentu. Tak jarang, puisi berhenti sampai sebagai curahan hati belaka yang tak perlu diapresiasi dengan teori-teori. Puisi yang baik biasanya memperhatikan makna, pesan, rasa dan nada.
Rangkuman:

Puisi nyaris tak bisa didefinisikan, hanya dapat diraba konsep dan fungsi estetiknya. Puisi bagi pelahirnya bisa saja dipandang sebagai “anak kandung” kehidupan yang sejaak proses hingga pelahirannya didasari oleh cinta kasih dan ketukusan. Bisa jadi seperti ungkapan Sanusi Pane, puisi ialah syara sukma, suara jiwa, suara nurani, dan berbagai suara yang lembut, lirih, hingga keras. Puisi bisa dimaknai sebagai manifestasi rasa cinta dalam perspektif silaturahmi batiniah. Puisi hakikatnya spiritualitas dan bahasa ruhani penyairnya. Dalam fungsinya, puisi memainkan peras penyampai pesan kedalaman, sebagai hasil penggalian perenungan atas fenomena kehidupan yang luas, baik kehidupan reali, kehidupan dunia abatiniah, hingga kehidupan yang mengarah pada upaya penyingkapan kehendak Allah.

Catatan: Jika ada warga BPSM ingin mengabadikan dan turut menuliskan pendapat dan pandangannya soal puisi, silakan menyunting sendiri dokumen ini.

Salam DAM

Tidak ada komentar:

Posting Komentar