Catatan: Dimas Arika Mihardja
Pengantar wacana: 
Pesan penyair Sanusi Pane, "O pujangga, buang segala  kata yang kan cuma mempermainkan mata, dibaca selintas lalu karena  tidak keluar dari sukmamu (sebelumnya Sanusi Pane menulis): Sajak, o,  bukannya kata nan rancak, kata pelik kebagusan sajak....sajak seperti  matahari mencintai bumi, memberi sinar selama-lamanya dan tidak meminta  sesuatu kembali, melainkan harus cintamu senantiasa.
Taufiq Ismail menambahkan soal fungsi puisi: DENGAN  PUISI AKU: bercinta, mengenang kejadian, menangis, meratapi zaman yang  kian terajam dan terancam. Dengan puisi bisa berdoa hingga akhir senja  berbatas cakrawala.
Pesan DAM untuk warga BPSM agar perspektif penulisan  puisi meluas dan tidak sekadar asyik dengan diri sendiri: puisi selalu  hadir dan lahir, meski tidak engkau tuliskan. Matahari pagi adalah  puisi. Burung membangun sarang adalah puisi. Tangis bayi kurang asupan  ASI dan gizi adalah puisi. Pemerintahanh korup adalah juga puisi. Polisi  menempeleng pencuri sendal jepit adalah puisi. Keadilan dan  ketidakadilan adalah puisi. Orang bjatuh cinta, patah hati, sedih, duka,  cemburu, rindu, sunyi dan sepi adalah puisi. Semua yang terbentang dan  terhidang di semesta luas adalah puisi. Misteri Allah adalah puisi.  Godan jin setan adalah puisi. Kenapa mengatakan tidak ada puisi hari  ini? Bagaimanakah menurut pandangan sahabat sekalian?
Pengakuan Warga BPSM
Nabila Dewi Gayatri (Penyair, Pelukis, Musisi, Aktivis, Spiritual-motivator berdomisili di Surabaya):
 puisi sabda hati.. ada gerak ruh ada puisi. ruh? semua yang dihamparkanNya yang menjelma wahyu nyata :)
Kanjeng Senopati (Penyair, warga BPSM yang produktif, berdomisili di Yogyakarta) :
Sedang menurut saya jagat kecil ini telah di lukis dengan puisi yang  indah, andai saja seluruh lautan jadi tinta, pohonpohon jadi pena,  langit dan bumi menjadi alas, takkan sanggup menulis keindahannya,  bukankah begitu mbak yu nabila dewi gayatri?
Luluk Andrayani (TKI  di Hongkong, aktivis Lingkar Pena, mulai jatuh cinta pada puisi):
puisi adalah kata hati.. wajah manusia yang luarnya dapat dilihat  namun mempunyai warna dan mimik yang berbeda. karena puisiku adalah  hatiku Abah Dimas Arika Mihardja, puisi adalah kekasihku, apapun yang  terjadi aku dan puisi tetap saling mencintai hehehehe..
Ambia Mursalim Iskandar II (Tangerang):
antara lain mencoba memberi warna, menurut saya Puisi adalah  kata-kata tentang keinginan dan ketidak inginan, harapan dan yang tak di  harapkan, cinta dan benci, doa dan kutukan...
Hanna Yohana (bermukim di Hongkong):
Puisi ibaratnya bagai tempat sampah,dimana segala susah senang di  tupahkan lewat puisi....benarkah begitu pak Dimas Arika Mihardja.
Rini Widya Sumardi (Yogyakarta):
saya katakan seadanya, bagi saya puisi maupun tulisan dalam bentuk  apapun adalah anak kandung saya, yang akan saya cintai dan saya jaga.  Seperti kata Abah DAM penyair adalah ibu kandung puisi, ya ya seperti  itu. Menciptakan tulisan dalam bentuk apapun, selalu sama prosesnya.  Butuh cinta dan rasa sakit.
Naomi Aurelle (?):
lidah boleh setajam belati, jemari bisa selincah penari. puisi  mewakili isi hati, langit dan bumi dengan indah kata yang tertata.  bagiku, puisi tak pernah mati sekalipun ditikam belati dan tampak tak  selincah penari
Kajitow El-kayeni (esais, filsuf, penyair editor berdomisili di DKI Jakarta):
puisi itu endapan ide menurut saya, sama seperti ide atau kegelisahan  untuk menulis hal lain. jika ide atau kegelisahan tadi menemukan  jawaban maka ia bisa menjadi esai. tapi jika ide tadi hanya sebuah  pertanyaan atau perenungan, maka ia akan menjadi puisi. sedangkan ide  yang terkonstruksi dengan detail, maka dia akan menjadi cerpen atau  novel. kemampuan setiap orang tentu berbeda dalam menyikapi ide ini,  apalagi jika seseorang memiliki beberapa bentuk penuangan ide tersebut.  rendra perlu waktu relatif lama untuk membuat esai, tapi lancar dalam  menulis puisi. goenawan mohamad cenderung lebih gesit dalam menulis  esai, meski juga bagus dalam berpuisi. kalau kajitow tergantung suasana.  yang perlu diingat, puisi memiliki struktur. kenapa tulisan pada papan  belakang truk: "kutunggu jandamu" gagal disebut puisi? karena ia tidak  memiliki struktur. apa pun bisa dipuisikan, dengan maksud dijadikan  bahan ide terbentuknya sebuah puisi. tetapi sebuah puisi juga harus  melewati beberapa tolok ukur penilaian. saya sedang merumuskan  unsur-unsur yang dinilai pada puisi berdasarkan berbagai ukuran, tolok  ukur, dan kriteria di antaranya: (1) koherensi atau keselarasan, (2)  keseimbangan bentuk atau keindahan, (3) kepaduan pada tema, (4) keutuhan  atau tunggal, (5) pengucapan yang khas, (6) kebaruan atau inovasi (7)  efesiensi, (8) keunikan sudut pandang, (9) lapis metafisis seperti  sublim, tragis, suci (11) sinar kejelasan, (12) keaslian ekspresi atau  orisinalitas, (13) baik yakni sugesti yang mendorong untuk mengikutinya,  (14) pengalaman jiwa, (15) keluasan wawasan, (16) nilai rasa, (17)  sikap moral, (18) gambaran kenyataan. dan saya kira ini akan bertambah  jika merangkum lebih banyak lagi hasil pemikiran para pakar itu  nantinya.
Ch. Anam Ipe (penyair dan motivator):
belajar menyawai kata ... begitu puisi, aku berharap
Eka Fit (Jakarta):
bagi saya sederhana saja puisi adalah perenungan, yang biasanya  tercipta karena kerinduan, atau mungkin kegelisahan terhadap sesuatu.  Maka dari situ daya imaji mencuat membentuk ide2 terangkai. Yang  pastinya oleh si empunya akan meramu ide2 tsb ke dalam sebuah karya.
Lokhyie YAK:
Jika puisi adalah Cinta (wahyu yang dirahasiakan) maka puisi adalah  MELEPASKAN KEHENDAK DIRI... "Apa yang mungkin dapat dikabarkan dari  sangkar kosong, sangkar tanpa wewangian ketika pintu terbuka. Apa yang  mungkin dapat dilayangkan, terbangkanlah! Mungkin sebagai PUISI, telah  kuhormati kehidupan dan pertautan. Sebagaimana rahasia tengah kubaca  segalanya dari kejauhan. Dari perjalanan panjang paling sunyi, menikam  benda dan memberinya nama. Agar sekedar lebih mengenal darah dan  pembuluh. Menghayati usia dan garis tubuh... Dunia kehidupan menjadi  demikian majemuk. Tak lain karena adanya bahasa dan kata menjadi garis  batas yang membedakan satu dengan lainnya. Garis batas yang menciptakan  perspektif dan perbedaan persepsi, momentum apresiasi, hingga ekspresi  dalam berbagai ruang sosial ditumbuhkan. Inilah urban ruang komunal  publik terus-menerus saling dialektik. Sudah sejak awalnya seni adalah  kata dan bahasa isyarat, darah dan nafas perubahan, dan kebangkitan.  Seni dan budaya adalah fragmentasi yang membangkitkan perbedaan estetik.  Harapan mendapat wacana estetika serta nilai artistik yang inspiratif  ternyata tak semudah apa yang dibayangkan. "Membalikkan telapak tangan  rasanya lebih mudah ketimbang merangkai kata yang memiliki nilai  moral..." Inilah puisi (Indah, Suci, Atas, Serius, Mulia, Tinggi) dan  tidak mempunyai nilai-nilai bawah (Rendah, Banal, Buruk, Profan, Asal  Jadi, Instan). Jika dikaji lebih mendalam, puisi pun dapat menjadi jalan  menuju Tuhan, hingga seseorang mampu mencapai puncak petualangan rohani  "Holygrail".
Biska Alexa:
bagiku puisi adalah sistem yang memberikan kemungkinan perbaikan diri  ke arah lebih baik, mengubah umpatan menjadi kalimat lebih "layak"  didengarkan, menjadikan curhatan seindahan nyanyian sehingga yang  mendengar nyaman, memberikan pendapat tentang suatu hal hingga bisa  dibantah atau diterima, meski ada kekhawatiran tertukar kalimat dengan  Kalimat, sehingga yang pening anak cucu kelak, hehe.. pendapat pribadi  aja pak Dimas Arika Mihardja
Deddy Firtana Iman (Banda Aceh):
Jadikan puisi sebagai ucapanmu dalam tak tersampaikan secara nyata...
Mahbub Junaedi (Penyair di Brebes):
yang jelas tema puisi itu meliputi seluruh kehidupan manusia bersama  aksesorisnya, di samping melantunkan tentang keIlahian Tuhan juga  seluruh denyut-denyut yang menafasinya disetiap kejadian, peristiwa yang  sekecil apapun, sedetail apapun sampai pada peristiwa yang besar, yang  tersirat dan yang tersurat. Jadi tema puisi itu meliputi keseluruhan  kehidupan di dunia ini. Soal teknis, tetap sama saja bagaimana struktur  puisi yang sudah terbentuk, begitu mas Dimas Arika Mihardja..... salam  santunku
Halimi Zuhdi (Penyair, Intelkektual muda, di Malang):
puisi adalah kata yang tertulis dalam sunyi.
Sagah Aditama (Penyair Tanpa Nama, Banyumas):
Puisi adalah sekumpulan kata berirama jiwa yang membathin, dari hati,  fikir dan tertuang nyata. Puisi itu jari-jari kehidupan, puisi itu  ombak badai lautan, puisi itu siraman suci, puisi itu makna yang  menyadarkan. 
Kemala YK (Penikmat Karya Sastra, Indonesia):Puisi   adalah makhluk ajaib yang merubah isi semesta dari objek menjadi subjek.   Sebagai salah satu bentuk karya sastra, puisi berwujud rangkaian kata   yang disusun dengan nilai estetika tertentu. Tak jarang, puisi berhenti   sampai sebagai curahan hati belaka yang tak perlu diapresiasi dengan   teori-teori. Puisi yang baik biasanya memperhatikan makna, pesan, rasa   dan nada.
Rangkuman:
Puisi nyaris tak bisa didefinisikan, hanya dapat diraba konsep dan  fungsi estetiknya. Puisi bagi pelahirnya bisa saja dipandang sebagai  “anak kandung” kehidupan yang sejaak proses hingga pelahirannya didasari  oleh cinta kasih dan ketukusan. Bisa jadi seperti ungkapan Sanusi Pane,  puisi ialah syara sukma, suara jiwa, suara nurani, dan berbagai suara  yang lembut, lirih, hingga keras. Puisi bisa dimaknai sebagai  manifestasi rasa cinta dalam perspektif silaturahmi batiniah. Puisi  hakikatnya spiritualitas dan bahasa ruhani penyairnya. Dalam fungsinya,  puisi memainkan peras penyampai pesan kedalaman, sebagai hasil  penggalian perenungan atas fenomena kehidupan yang luas, baik kehidupan  reali, kehidupan dunia abatiniah, hingga kehidupan yang mengarah pada  upaya penyingkapan kehendak Allah.
Catatan: Jika ada warga BPSM ingin mengabadikan dan turut menuliskan  pendapat dan pandangannya soal puisi, silakan menyunting sendiri dokumen  ini.
Salam DAM
 
 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar